DaerahFEATUREDNewsTOP STORIES

Elliana Wibowo Lakukan Klarifikasi dan Penjelasan Pendirian Blue Bird Group

Foto: Tim hukum dan advokasi Dr. S. Roy Rening, SH., M.H (Foto: IST)

Jakarta, MZK News – Terjadinya pemutarbalikan fakta atau penggaburan fakta atas sejarah berdirinya Taxi Blue Bird dan berbagai peristiwa kekerasan fisik terhadap Elliana Wibowo dan Janti Wirjanto (Ibunya Elliana Wibowo) kembali mencuat. Hal ini ditandai dengan undangan tim hukum dan advokasi Dr. S. Roy Rening, SH., M.H., kepada para wartawan di Madame Delima Cafe Jakarta, Kamis (18/08) jelang sore.

“Saya selaku kuasa hukum dan tim advokasi sengaja mengundang rekan-rekan wartawan untuk menaikkan berita klarifikasi dan penjelasan ibu Elliana Wibowo selaku hak waris pendiran Blue Bird Group,” buka Roy di hadapan para wartawan.

Dalam penjelasan singkatnya, Roy mengemukakan bahwa pertemuan hari Kamis merupakan agenda klarifikasi dan penjelasan saja. Maka, Roypun mengajak Elliana Wibowo untuk berbicara langsung untuk menjawab keingintahuan para wartawan tentang pemutarbalikan fakta pasca gugatan praperadilan (gugatan praperadilan nomor 63/Prapid/2022/PN.JKT.SEL terhadap Kapolda Metro jawa) dan gugatan perdata perbuatan melawan hukum (PMH Nomor 667/Pdt.G/2022/PN.JKT SEL).

“Kehadiran Saya, Elliana Wibowo dalam pertemuan ini adalah merasa perlu menjelaskan sendiri sejarah berdirinya Taxi Blue Bird dan, peristiwa-peristiwa kekerasan fisik terhadap diri saya dan ibu saya,” cerita Elliana di hadapan para wartawan.

Dirinya mengamati bahwa pemberitaan yang beredar sudah menjurus pada upaya pemutarbalikan fakta atau pengaburan fakta pasca dirinya menggugat pra peradilan dan gugatan perdata perbuatan melawan hukum di PN. Jakarta Selatan melalui Tim kuasa hukum yang ditunjuknya.

“Pemberitaan yang beredar di publik merupakan pemutarbalikan fakta hukum atau pengaburan fakta yang sesungguhnya sebagaimana dilakukan oleh Sigit Suharto Djokosoetono dan Yusuf Salman,” katanya.

Elliana menjelaskan bahwa perkenalan ayahnya (alm. Surjo Wibowo, pria kelahiran Ponorogo) bersama ibunya (Janti Wirjanto) bertemu dengan Mutiara Djokosoetono yang didampingi menantu perempuannya (Dolly Regar) mendatangi kediamannya di Jl. Raya Taman Sari Jakarta Pusat dan memohon untuk menitipkan dua buah kendaraan mobil bekas (eks kendaraan dina warisan mendiang suaminya) pada perusahaan ayahnya.

“Sebenarnya bisa saja ayah saya menolak permohonan almarhum Mutiara dan keluarganya, tetapi karena belaskasihan kepada keluarga mereka yang kala itu datang di waktu hujan di kediaman kami, maka ayahpun memberikan bantuannya kepada mereka,” tuturnya menjelaskan.

Selanjutnya Elly juga menjelaskan adanya peristiwa kekerasan fisik-psikis yang dialami keluarga Surjo Wibowo. Dikisahkan bahwa pada tanggal 10 Mei 2000, ayahnya (Surjo Wibowo) meninggal dunia di jakarta. Kemudian tanggal 23 Mei 2000 pada pukul 14.00 WIB, diadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Blue Bird Group lantai 3 jalan Mampang Prapatan Raya No. 60 Jakarta Selatan.

“Tragisnya, sejak awal RUPS hingga akhir rapat. Purnomo Prawiro berteriak-teriak dan secara terus menerus membentak-bentak ibu dan saya dengan sangat kasarnya, dimana akar permasalahannya ada pada keluarga Purnomo Prawiro ingin menguasai saham – saham Blue Bird Group,” ujarnya.

Disambung kisahnya, setelah selesai rapat tersebut (sekitar pukul 15:45 WIB) di depan ruang rapat tersebut dengan tiba-tiba Purnomo Prawiro beserta keluarga (istrinya/Endanga Basuki), anaknya-Noni Purnomo dan menantunya Dr. Indra Mark.

“Atas peristiwa tersebut, pada tanggal 25 Mei 2000 dirinya dan ibunya, melaporkan kejadian pengeroyokan tersebut ke Polres Jakarta Selatan,” tambahnya.

Peristiwa kekerasan fisik dan psikis di gedung Blue Bird telah direkam dan diperdengarkan di hadapan para wartawan merupakan alat bukti selain hasil visum dari rumah sakit, alat bukti dan lain sebagainya. Adapun pelaporannya dicatat dalam laporan polisi nomor Pol. 1172/935/K/V/2000/RES JAKSEL tertanggal 25 Mei 2000. Mereka dikenai tindak pidana pengeroyokan atau penganiayaan melanggar pasal 170 KUHP atau pasal 351 KUHP.

“Ironisnya pada bulan Maret 2002 kasus tersebut malah diSP3 oleh pihak Polda Metro jaya,” jelasnya.

Terhadap rangkaian peristiwa tersebut, dirinya memohon kepada Presiden Joko Widodo agar membersihkan mafia peradilan yang masih bergentayangan di dalam dunia peradilan. Dan, dirinya sebagai pemegang saham pendiri sampai hari ini belum menerima pembagian dividen selama kurang lebih sepuluh tahun lebih sampai dengan permohonan gugatan disampaikan.

“Saya juga memohon kepada Kapolri, Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo untuk atas nama humum dan keadilan agar segera memerintah Kapolda Metro Jaya membuka kembali kasus saya yang sudah dihentikan oleh mantan Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri, dulu direktur kriminal umum Polda metro jaya pada tahun 2002 (Laporan Polisi No. Pol. 1172/935/K/V/2000/RES JAKSEL tertanggal 25 Mei 2000).

Reporter: Denny Zakhirsyah

Editor: Khoirul Anam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *