ArtikelFEATUREDTOP STORIES

Teori dan Gagasan Kenegaraan pada Era Romawi Kuno

Oleh: Talia Nurin Najah (Mahasiswi Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia)

Pemerintahan Romawi Kuno mengalami beberapa fase penting, dimulai dari monarki, kemudian beralih ke republik, dan akhirnya menjadi pemerintahan.

Era Romawi Kuno, khususnya masa Republik (509 SM–27 SM), menyaksikan kemajuan besar dalam teori dan praktik kenegaraan. Romawi membuat sistem pemerintahan yang lebih kompleks dengan checks and balance setelah penggulingan monarki. Ini mencakup lembaga-lembaga seperti Senat dan Majelis Rakyat.

Sistem Pemerintahan Republik Romawi didirikan dengan tujuan untuk mencegah konsentrasi kekuasaan. Dua konsul terpilih setiap tahun berfungsi sebagai pemimpin eksekutif, sementara Senat bertindak sebagai dewan penasihat yang memiliki kekuasaan besar dalam pengambilan keputusan. Sistem ini menciptakan keseimbangan antara kekuasaan eksekutif, legislatif, dan aristokrasi.

Kewarganegaraan

Kewarganegaraan di Romawi Kuno mengalami evolusi dari status politik yang terbatas menjadi perlindungan hukum yang lebih luas. Dengan memperluas jangkauan kepada penduduk di seluruh pemerintahan, Roma menguatkan legitimasi kekuasaannya. Status Civis Romanus memberikan hak-hak tertentu, menjadikan kewarganegaraan sebagai simbol status hukum dan sosial.

Para filsafat Yunani seperti Plato dan Aristoteles memiliki pengaruh yang signifikan terhadap teori kenegaraan Romawi. Polybius membuat siklus pemerintahan yang terdiri dari monarki, tirani, aristokrasi, oligarki, demokrasi, dan kembali ke monarki. Cicero juga menekankan pentingnya hukum dan moralitas dalam pemerintahan.

1. Teori kenegaraan

Pembagian kekuasaan pada era Romawi kuno.

Struktur Pembagian Ketahanan
Senat : Merupakan lembaga penasihat yang terdiri dari anggota patricius
(bangsawan).Memiliki kekuasaan untuk mengawasi dan memberikan nasihat mengenai kebijakan publik dan anggaran negara

Hakim : Pejabat yang dipilih rakyat, termasuk dua konsul yang menjalankan kekuasaan eksekutif. Konsul memiliki kekuasaan untuk memimpin militer dan mengelola urusan pemerintahan.

Evolusi Kekuasaannya : Seiring berjalannya waktu, terutama menjelang akhir Republik, beberapa orang, seperti Julius Caesar dan Octavianus, mulai memperoleh kekuasaan. Mereka mengabaikan batas-batas sistem republik untuk memperkuat kekuasaan mereka, yang mengarah pada transisi ke sistem pemerintahan baru.

Gagasan pembagian kekuasaan di era ini ialah:
Pembagian kekuasaan menjadi tiga bagian: eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Yang pertama, tujuannya adalah untuk menghindari kekuasaan absolut dan menjamin keadilan.

Yang kedua, keseimbangan Kekuatan: Cicero juga mengatakan menunjukkan bahwa eksekutif, legislatif, dan yudikatif harus memiliki keseimbangan kekuasaan untuk mencegah salah satu cabang kekuasaan menjadi terlalu kuat. Dan yang ketiga adalah Pengawasan dan Pengendalian

Cicero Mengusulkan pengawasan dan kontrol antara cabang-cabang kekuasaan untuk mencegah perlindungan kekuasaan.

2. Teori kewarganegaraan

Konsep kewarganegaraan dan struktur pemerintahan yang berkembang selama Republik dan pemerintahan Romawi sangat terkait dengan teori kenegaraan masyarakat pada era Romawi Kuno.

Dalam konteks Romawi Kuno, “civitas”, yang berasal dari bahasa Latin, Merujuk pada status politik dan hukum yang diberikan kepada individu merdeka di Romawi kuno. Warga negara Romawi, atau civis Romani, memiliki hak-hak tertentu, seperti hak untuk memilih dan mengisi jabatan publik, dan mereka memiliki perlindungan hukum yang lebih baik dibandingkan dengan warga negara lain.

Dalam era Romawi kuno ini yang pertama Istilah “civitas” mengacu pada kesadaran sipil dan kewarganegaraan. Diharapkan warga Romawi memiliki kesadaran sipil yang kuat dan setia kepada negara mereka. Yang kedua Lus Civitatis: Hak kewarganegaraan yang diberikan kepada warga negara Romawi adalah lus civitatis, yang mencakup hak untuk memilih, mengadili, dan memiliki properti. Dan yang ketiga Patriotisme: Orang Romawi diharapkan memiliki patriotisme yang kuat dan bersedia melindungi negara mereka dari ancaman luar.

3. Teori Konsep Keadilan

Pada era Romawi kuno, konsep keadilan sangat dipengaruhi oleh sistem pemerintahan dan pemikiran filsafat yang berkembang saat itu.

Secara keseluruhan, pemahaman tentang keadilan di zaman Romawi kuno menunjukkan hubungan yang kompleks antara hukum, politik, dan filosofi. Pemikiran Cicero tentang keadilan dan hukum menjadi landasan bagi teori masa depan tentang perkembangan negara. Mereka menunjukkan bahwa keadilan bukan hanya prinsip moral tetapi juga komponen penting dari sistem pemerintahan yang efektif.

Dalam hal ini yang pertama Ius Naturale: Konsep ini menekankan pentingnya kesetaraan sosial dan keadilan dengan menggambarkan hukum alam yang universal yang berlaku untuk semua orang.

Yang kedua Hukum Sipil: Hukum sipil yang berlaku bagi warga negara Romawi yang dikenal sebagai lus civile, yang menekankan pentingnya keadilan dan kesetaraan dalam masyarakat sipil. Yang ketiga Aequitas: Konsep keadilan yang menekankan pentingnya kesetaraan sosial. Yang keempat Humanitas: Konsep humanitas yang menekankan pentingnya kebaikan, keadilan, dan kesetaraan dalam masyarakat.

Di dalam hal lain juga Teori kenegaraan di Kekaisaran Romawi menunjukkan transisi dari republik demokratis ke otoriter kaisar. Kekuasaan kaisar sangat menentukan arah kebijakan dan stabilitas pemerintahan, meskipun republik masih memiliki beberapa bagian. Maka dari itu Imperium Romawi menekankan betapa pentingnya kekuasaan yang kuat dan berkepentingan di pusat. Kaisar memiliki otoritas absolut atas seluruh negara.

Selain itu, Imperium Romawi menjadi beberapa wilayah yang masing – masing dipimpin oleh gubernur yang dipilih oleh kaisar. Bahkan kekaisaran Romawi memiliki sistem pemerintahan yang kompleks yang mencakup sistem hukum, pajak, dan birokrasi. Dan juga Kekaisaran Romawi memiliki kekuatan militer yang kuat dan terorganisir yang memungkinkan pembangunan wilayah dan mempertahankan kekuasaan.

Jika dibandingkan dengan zaman yunani sangatlah berbeda pada zaman Yunani, ilmu pengetahuan, khususnya ilmu kenegaraan, tidak dapat berkembang dengan cara yang begitu cepat. Hal ini karena orang Romawi lebih mengutamakan hal-hal praktis daripada berpikir teoritis. Didasarkan pada kebiasaan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga hukum dan pemerintahan negara, orang dapat mengembangkan gagasan bahwa orang Romawi adalah negara.

Pada umumnya, teori kenegaraan Romawi hanya meneruskan gagasan pemikir Yunani dan tidak menunjukkan ide-ide asli. Polybius adalah salah satu pemikir penting tentang negara dan hukum Romawi yang banyak dipengaruhi oleh Aristoteles dan Plato. Dia membuat siklus negara dari monarki-tirani-aristokrasi-oligarki-demokrasiokhlokrasi sebelum kembali ke monarki.

Begitupun Bahasa, agama, teknologi, hukum, politik, ketatanegaraan, seni, kesusastraan, arsitektur, dan ilmu pengetahuan modern sangat dipengaruhi oleh peradaban Romawi Kuno.

Jadi, dapat dipahami bahwa teori dan praktik kenegaraan Romawi Kuno menunjukkan pergeseran dari monarki ke republik yang lebih canggih. Romawi membangun fondasi bagi konsep negara modern, yang masih relevan hingga hari ini, dengan mengatur kekuasaan dengan hati-hati dan memperluas kewarganegaraan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *