Peta Pendidikan Muhammadiyah di Era Merdeka Belajar, Antara Tradisi dan Transformasi
Oleh: Ramli Yakub (Mahasiswa Pascasarjana PAI UM Sumatera Barat)
Pendidikan Muhammadiyah, sejak awal berdirinya, telah menjadi salah satu pilar utama dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Berdasarkan semangat pembaharuan Islam yang diusung oleh KH Ahmad Dahlan, Muhammadiyah berkomitmen menghadirkan pendidikan yang tidak hanya membentuk individu cerdas secara intelektual, tetapi juga unggul dalam akhlak dan moral.
Di era “Merdeka Belajar” yang dicetuskan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, pendidikan Muhammadiyah menghadapi tantangan besar: bagaimana menjaga tradisi pendidikan berbasis nilai-nilai Islam sekaligus bertransformasi agar relevan dengan dinamika zaman?.
Sejak awal abad ke-20, pendidikan Muhammadiyah telah menawarkan model pembelajaran yang berbeda dari lembaga pendidikan tradisional pada masanya. Muhammadiyah memadukan kurikulum agama Islam dengan pengetahuan umum.
Pendekatan ini telah menjadi keunggulan dan tradisi yang kuat dalam mencetak lulusan yang berintegritas. Sistem pendidikan ini tidak hanya berfokus pada penguasaan ilmu pengetahuan, tetapi juga pembentukan karakter Islami.
Tradisi ini tampak dalam jaringan sekolah Muhammadiyah yang tersebar di seluruh Indonesia, mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Lembaga pendidikan Muhammadiyah dikenal dengan karakteristik seperti disiplin, penguatan akhlak mulia, serta program-program ekstrakurikuler berbasis dakwah dan keagamaan. Program seperti kegiatan mentoring agama, tahfidz Al-Qur’an, dan pembiasaan ibadah harian telah menjadi ciri khas yang membedakan Muhammadiyah dari sistem pendidikan lain.
Namun, di tengah era digital dan globalisasi, tradisi ini menghadapi tantangan untuk tetap relevan. Muncul pertanyaan besar: apakah tradisi yang telah dibangun ini cukup untuk menghadapi dunia yang berubah cepat, ataukah perlu ada perubahan signifikan untuk menjawab kebutuhan zaman?.
Era Merdeka Belajar yang dicanangkan oleh pemerintah membawa paradigma baru dalam pendidikan. Fokusnya adalah memberikan kebebasan kepada institusi pendidikan, guru, dan siswa untuk menentukan cara belajar yang paling sesuai dengan kebutuhan mereka. Sistem ini menekankan pada pembelajaran yang holistik, relevan dengan dunia kerja, dan berbasis teknologi.
Dalam konteks ini, Muhammadiyah tidak boleh tertinggal. Sebagai salah satu organisasi pendidikan terbesar di Indonesia, Muhammadiyah perlu memastikan bahwa institusinya mampu beradaptasi dengan perubahan tersebut. Langkah-langkah transformasi perlu dilakukan tanpa meninggalkan nilai-nilai Islam yang menjadi inti dari pendidikan Muhammadiyah.
Transformasi ini dapat dilakukan melalui beberapa strategi.
Pertama, digitalisasi pendidikan harus menjadi prioritas. Di era digital, pembelajaran tidak lagi terbatas pada ruang kelas fisik. Pemanfaatan teknologi seperti e-learning, platform pembelajaran online, dan aplikasi pendidikan berbasis Islam harus diperkuat di sekolah-sekolah Muhammadiyah.
Misalnya, Muhammadiyah dapat mengembangkan aplikasi pendidikan berbasis nilai-nilai keislaman yang tidak hanya menawarkan mata pelajaran umum, tetapi juga modul pembelajaran agama yang interaktif dan menarik bagi generasi digital.
Kedua, pengembangan kurikulum berbasis kebutuhan abad ke-21. Kurikulum ini harus mencakup keterampilan seperti berpikir kritis, kreativitas, komunikasi, dan kolaborasi. Muhammadiyah dapat memadukan keterampilan ini dengan penguatan nilai-nilai keislaman, sehingga siswa tidak hanya menjadi individu yang kompetitif di dunia kerja, tetapi juga tetap memiliki karakter Islami yang kuat.
Ketiga, kolaborasi lintas sektor. Muhammadiyah dapat memperkuat kerja sama dengan berbagai pihak, baik pemerintah, perusahaan teknologi, maupun lembaga pendidikan internasional. Kolaborasi ini penting untuk memperkenalkan inovasi-inovasi pendidikan sekaligus memastikan bahwa lulusan Muhammadiyah mampu bersaing di kancah global.
Menjaga keseimbangan antara tradisi dan transformasi adalah tantangan utama bagi pendidikan Muhammadiyah di era Merdeka Belajar. Tradisi yang telah mengakar tidak boleh ditinggalkan begitu saja, karena di sanalah letak kekuatan identitas Muhammadiyah. Namun, mempertahankan tradisi tanpa beradaptasi dengan perubahan zaman hanya akan membuat Muhammadiyah tertinggal dalam persaingan pendidikan nasional maupun global.
Muhammadiyah perlu mengambil pendekatan yang adaptif, di mana transformasi dilakukan dengan tetap menjadikan nilai-nilai Islam sebagai dasar. Hal ini dapat diwujudkan dengan mengintegrasikan teknologi dalam pengajaran nilai-nilai keislaman, mengembangkan kurikulum yang relevan dengan kebutuhan modern tetapi tetap berbasis pada ajaran Al-Qur’an dan Hadis, serta memperkuat peran guru sebagai teladan moral sekaligus fasilitator pembelajaran.
Guru-guru Muhammadiyah perlu diberikan pelatihan intensif untuk menguasai teknologi pendidikan dan metode pembelajaran modern. Selain itu, Muhammadiyah juga perlu mendorong penelitian dan inovasi pendidikan berbasis Islam agar dapat menawarkan model pendidikan yang relevan dan unggul di era Merdeka Belajar.
Pendidikan Muhammadiyah memiliki posisi strategis dalam mencetak generasi penerus bangsa yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berakhlak mulia. Di era Merdeka Belajar, Muhammadiyah perlu menjaga tradisi pendidikan Islam yang telah menjadi identitasnya, sekaligus bertransformasi agar mampu bersaing dan relevan dengan kebutuhan zaman.
Transformasi ini bukan berarti meninggalkan nilai-nilai Islam, tetapi justru menguatkan posisi nilai-nilai tersebut dalam dunia pendidikan modern. Dengan mengintegrasikan tradisi dan transformasi, Muhammadiyah dapat terus menjadi teladan dalam pendidikan nasional, menciptakan generasi yang berkarakter Islami dan siap menghadapi tantangan global.