Perbandingan Konsep Negara Perspektif Ilmuwan Barat versus Ilmuwan Muslim
Oleh: Talia Nurin Najah
(Mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA)
Perkembangan dunia modern telah dipengaruhi secara signifikan oleh kapitalisme, dimana sistem ekonomi yang fokus pada kepemilikan pribadi, pencapaian keuntungan, dan pertukaran pasar.
Apabila membahas perihal sejarah pemikiran ekonomi, maka terdapat dua tokoh yang memberikan pengaruh besarnya, yaitu Ibnu Khaldun dan Adam Smith. Meskipun berasal dari era dan konteks budaya yang berbeda, pemikiran mereka memiliki persamaan menarik dalam menjelaskan esensi dan dinamika sistem ekonomi.
Ibnu Khaldun, seorang intelektual Muslim pada abad ke-14, dikenal dengan karya monumentalnya Muqaddimah. Dalam karya tersebut, Ibnu Khaldun menjelaskan prinsip-prinsip dasar yang membentuk peradaban dan dinamika sosial.
Salah satu gagasan utama yang dia kemukakan adalah konsep asabiyyah, yang mengacu pada solidaritas sosial dan semangat kebersamaan yang penting untuk membangun dan mempertahankan sebuah peradaban.
Ibnu Khaldun menyadari bahwa tingkat asabiyyah yang dimiliki oleh suatu masyarakat berkaitan erat dengan kemakmuran dan kemajuan mereka. Ibnu Khaldun juga seorang ilmuwan dan filosof muslim yang sangat berpengaruh. Ia memiliki latar belakang pendidikan yang luas dan pernah terlibat dalam politik. Pemikirannya tentang negara dan pemerintahan sangat dipengaruhi oleh pengalaman hidupnya.
Ia memandang bahwa faktor ekonomi, termasuk perdagangan dan kekayaan, memainkan peran penting dalam kemajuan suatu peradaban. Namun di sisi lain, Ibnu Khaldun juga menggarisbawahi bahwa kemakmuran ekonomi dan kekayaan saja tidak cukup; moralitas maupun semangat kebersamaan juga diperlukan agar terhindar dari kerusakan sosial dan kemunduran. Meski Ibnu Khaldun tidak dapat disebut sebagai seorang kapitalis dalam arti modern, tetapi gagasan-gagasan yang dikemukakan dapat menjadi fondasi untuk memahami kapitalisme. Ia menyadari betapa pentingnya faktor ekonomi dan kekayaan dalam mempengaruhi kemajuan masyarakat.
Konsep asabiyyah yang diusungnya cukup berhubungan dengan semangat kewirausahaan dan persaingan yang menjadi karakteristik utama dalam kapitalisme.
Ibnu Khaldun mengkaji masalah-masalah ekonomi dengan jalan mengkaji sebab-sebabnya secara empiris, memperbandingkannya, untuk kemudian mengikhtisarkan hukum-hukum yang menjelaskan fenomena tersebut. Dengan demikian ia dapat disebut sebagai pencetus ekonomi ilmiah pertama.
Pandangan Ibnu Khaldun tentang peran kekuasaan kolektif dalam pembentukan negara sangat dipengaruhi oleh konsep ashabiyah. Ia berpendapat bahwa ashabiyah adalah faktor utama yang mendorong terbentuknya dan perlindungan negara. Ketika ashabiyah kuat, negara dapat berkembang dan memperluas wilayahnya, namun jika mereka lemah, negara akan hancur.
Kekuasaan kolektif penting untuk menjaga keamanan dan stabilitas negara. Menurut Ibnu Khaldun, untuk mendapatkan dukungan dan legitimasi dari masyarakat, pemimpin harus berasal dari kelompok yang memiliki ikatan sosial yang kuat. Oleh karena itu, kekuasaan kolektif dan ashabiyah saling terkait erat dalam menciptakan dan mempertahankan struktur negara yang berfungsi dengan baik. Ibnu Khaldun lebih menekankan pentingnya ikatan sosial untuk legitimasi kekuasaan.
Selain itu, dia berpendapat bahwa negara ideal harus memiliki kepemimpinan yang adil dan moral, fleksibel, dan memungkinkan berbagai bentuk sesuai dengan keadaan masyarakat.
Konsep negara menurut pandangan Ibnu Khaldun sangat kompleks dan multi-aspek. Dalam sintesis, Ibnu Khaldun menekankan pentingnya solidaritas sosial, demokratisasi khilafah, peranan agama Islam, dan fleksibilitas dalam membentuk struktur negara. Konsep-konsep ini saling terkait dan membantu menjelaskan kompleksitas pembentukan dan fungsi negara dalam konteks pemikiran politik Islam.
Dalam teorinya, Ibnu Khaldun lebih cenderung menuju proses stabilisasi dan mempertahankan keberlanjutan negara. Ia menekankan konsep dan teori agar negara dapat berjalan dengan baik. Ia juga meletakkan banyak dasar dalam diskusi tentang tipologi negara yang kemudian dapat digunakan sebagai referensi sejarah, seperti tipologi politik negara, karakteristik dinamika negara, sistem ikatan yang dapat memengaruhi stabilitas negara, dan lain-lain. Konsep ashabiyah menjadi sangat penting dalam pemikirannya, karena asabiyah merupakan kekuatan sosial yang menyatukan masyarakat dan mendorong terbentuknya negara.
Berbeda halnya dengan Adam Smith (1723-1790), seorang ekonom Skotlandia, yang dianggap sebagai pendiri ekonomi modern. Dalam bukunya The Wealth of Nations, dia menekankan betapa pentingnya pasar kebebasan dan peraturan untuk mencapai kesejahteraan umum.
Dua pemikir ini membangun fondasi untuk membangun sistem ekonomi yang adil dan berkelanjutan. Sebaliknya, dalam The Wealth of Nations, Adam Smith menegaskan bahwa kesejahteraan kolektif dapat dicapai melalui pembagian kerja yang efektif dan konsep pasar bebas, yang dianggap sebagai bapak ekonomi modern. Yang terpenting menunjukkan betapa pentingnya infrastruktur dan pendidikan bagi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
George Smith fokus pada peran individu dalam masyarakat, pentingnya pasar bebas, dan aspek moral dan ekonomi negara, berbeda dengan Ibnu Khaldun. Ia percaya bahwa negara bertanggung jawab untuk mendukung kebebasan pribadi dalam hal keuangan dan moral.
Pandangan George Smith tentang negara dihubungkan dengan teori pasar bebas. Pandangan George Smith tentang negara sangat terkait dengan teori pasar bebas, yang menekankan pentingnya kebebasan individu dalam aktivitas ekonomi.
Smith berargumen bahwa intervensi pemerintah seharusnya minimal, karena campur tangan dapat mengganggu efisiensi pasar dan kebebasan individu untuk berinovasi dan berproduksi. Ia percaya bahwa mekanisme pasar, melalui persaingan dan “tangan tak terlihat,” secara alami akan mengatur harga dan mendistribusikan sumber daya dengan cara yang paling efisien.
Oleh karena itu, negara seharusnya hanya berfungsi menyediakan infrastruktur dan menjaga ketertiban, bukan mengatur perekonomian secara langsung.
George Smith mengidentifikasi beberapa tantangan dalam teori pasar bebas, antara lain:
1. Informasi yang Tidak Lengkap
Konsumen dan produsen sering kali tidak memiliki akses ke informasi yang diperlukan untuk membuat keputusan yang optimal, sehingga mengakibatkan persetujuan dalam penawaran dan permintaan;
2. Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat
Adanya monopoli dapat merusak persaingan, menyebabkan harga tinggi dan kualitas rendah, serta menghambat inovasi;
3. Kegagalan Pasar
Beberapa kebutuhan masyarakat, seperti layanan publik dan isu lingkungan, tidak dapat dipenuhi oleh mekanisme pasar, yang dapat mengakibatkan ketidakadilan sosial;
4. Eksploitasi Tenaga Kerja
Dalam pasar bebas, terdapat risiko eksploitasi pekerja oleh perusahaan yang mencari keuntungan maksimal tanpa memperhatikan kesejahteraan buruh.
Pandangan Ibnu Khaldun dan Adam Smith Tentang Mekanisme Pasar. Mekanisme pasar adalah sistem yang mengatur harga, yang dapat dipengaruhi oleh banyak hal, seperti distribusi, kebijakan pemerintah, pekerja, uang, pajak, dan keamanan, serta permintaan dan penawaran.
Dalam proses pasar, prinsip-prinsip moral seperti persaingan yang sehat (fair play), kejujuran (kejujuran), keterbukaan (transparansi), dan keadilan dibutuhkan.
Khaldun dalam Muqaddimah menjelaskan proses terbentuknya harga dalam sebuah komunitas masyarakat. Khaldun menjelaskannya dalam bab ‘harga-harga di kota’. FranzRosenthal yang menterjemahkan buku Muqaddimah karya Ibnu Khaldun menjadi The Kemewahan, maka disitu akan timbul permintaan (permintaan) yang besar terhadap barang-barang.
Tiap orang membeli barang-barang mewah itu menurut kesanggupannya. Maka barang-barang menjadi kurang. Jumlah pembeli meningkat, persediaan menjadi sedikit. Sedangkan orang kaya berani membayar dengan harga tinggi untuk barang itu, karena kebutuhan mereka semakin besar. Hal ini akan menyebabkan peningkatan harga sebagaimana yang Anda lihat.
Menurut hemat Penulis dari teks di atas, Khaldun mampu menjelaskan hubungan sebab-akibat berkembangnya suatu peradaban sebuah komunitas masyarakat terhadap harga barang yang mana dalam prosesnya tidak lepas dari adanya fenomena naik dan turunnya permintaan ataupun juga penawaran bahwa bila suatu komunitas masyarakat itu berkembang, maka hal itu akan menyebabkan meningkatnya taraf kesejahteraan masyarakat tersebut.
Dapat diambil intisari bahwa Ibnu Khaldun dan George H. Smith memiliki pandangan berbeda tentang konsep negara. Ibnu Khaldun menekankan pada asobiyah (solidaritas sosial) sebagai dasar pembentukan negara, di mana negara muncul dari kebutuhan manusia untuk berorganisasi dan mempertahankan diri. Ia memandang negara sebagai fenomena sejarah yang mengalami siklus kehidupan.
Sebaliknya, George H. Smith fokus pada kontrak sosial, tekanan pada kehendak bebas individu untuk membentuk negara demi mencapai perdamaian dan menghindari konflik. Keduanya memberikan perspektif penting dalam memahami justifikasi dan dinamika negara, namun dari sudut pandang yang berbeda.