Mengenal Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Karakteristiknya
Baru-baru ini kita dikejutkan oleh pemberitaan mengenai pajak yang dikenakan untuk sembako. Bahkan, banyak pula hujatan-hujatan dan kritikan dari berbagai pihak terkait kebijakan ini hingga Menteri Keuangan Sri Mulyani menyangkal bahwa sembako itu tidak semuanya dikenakan pajak (kutipan dari Okezone.com). Lebih lanjutnya, Sri Mulyani juga mengatakan bahwa pajak untuk sembako masih dipikirkan dan draft RUU KUP yang tersebar luas itu juga sepotong-sepotong.
Anda mungkin heran, apa sih sebenarnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang diributkan akhir-akhir ini? Yuk, kita bahas!
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dikenakan pada setiap transaksi jual beli barang atau jasa yang terjadi pada wajib pajak orang pribadi atau badan usaha yang mendapatkan status Pengusaha Kena Pajak (PKP). PPN juga diartikan sebagai jenis pajak konsumsi yang dalam bahasa Inggris disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.
Secara umum, mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada pihak pedagang atau produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak (PKP). Dalam hitungan PPN yang harus disetor oleh PKP, dikenal dengan istilah pajak keluaran dan pajak masukan. Pajak keluaran adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh, atau membuat produknya.
Di Indonesia, besaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen. Sebab, Indonesia menganut sistem tarif tunggal. Tarif 10 persen tersebut digunakan untuk penyerahan dalam negeri dan 0 persen untuk ekspor.
Lalu, apa sih dasar hukumnya? Tentu saja Anda juga akan bertanya. Apakah ada dasar hukum dari penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ini? Tentu ada! Semua pemungutan dari negara sudah diatur dulu dalam sebuah undang-undang yang diundangkan kepada khalayak umum yaitu masyarakat. Dasar hukum Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ini adalah Undang-undang No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang disebut Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984. Penyebutan Undang-undang No. 8 Tahun 1983 dengan nama Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 diatur dalam Pasal 20 Undang-undang No. 8 Tahun 1983.
Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
- Pajak Tidak Langsung (Indirect Tax), penyetor pajaknya adalah orang berbeda
- Multitahap (multi stage), pajak yang dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi dan jalur distribusi
- Pajak Objektif, dikenakan pada objek pajak tanpa melihat kondisi subjek pajak
- Pajak Bersifat Netral, tidak hanya untuk barang, tapi juga untuk jasa.
- Menghindari pengenaan pajak berganda (double tax)
- Dipungut menggunakan faktur
- PPN dikenakan untuk konsumsi dalam negeri
- Dihitung dengan metode pengurangan tidak langsung (indirect subtraction), yaitu dengan memperhitungkan besaran pajak masukan dan pajak keluaran
Sumber: www.wikipedia.com
Penulis: Martha Syaflina, S.E. (Akuntan, Penulis, Editor).