Harga Karet Anjlok, Petani Karet di Padang Laweh Mengeluh
Sijunjung, MZK News – Harga jual karet di tingkat petani kembali membuat resah. Saat ini, harga karet basah hanya Rp9.500 per kilogram, sedangkan karet kering Rp10.500.
Kondisi ini dinilai sangat memberatkan petani yang menggantungkan hidup dari hasil sadapan karet. Pendapatan yang minim membuat petani karet kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Sementara itu, harga karet di pabrik hanya mencapai Rp13.500 per kilogram. Harga tersebut sudah memperhitungkan potongan akibat penyusutan berat karet sebesar 17% hingga 20% selama perjalanan dari pengepul ke pabrik.
Kotik, salah seorang toke atau pengepul karet di Padang Laweh, mengatakan bahwa harga jual yang diterima pengepul dari pabrik tidak jauh lebih tinggi dari harga beli di tingkat petani.
“Kalau sudah sampai pabrik, berat karet bisa berkurang sampai 20 persen. Harga pun cuma Rp13.500 per kilo. Margin kami sangat tipis,” ujar Kotik saat ditemui Minggu (27/4).
Menurut Kotik, situasi ini membuat toke juga harus berhitung ketat dalam menentukan harga beli dari petani. Jika tidak, toke bisa mengalami kerugian akibat potongan penyusutan dan biaya transportasi yang cukup besar.
Kemudian, Boro, seorang petani karet mengaku sangat terpukul dengan kondisi harga yang rendah ini.
“BBM per hari saja bisa habis Rp10.000, sementara harga karet hanya Rp9.500 per kilogram. Artinya, harga 1 kilogram karet tidak sebanding dengan biaya BBM yang kami keluarkan hanya untuk menjalankan usaha ini,” keluh Boro.
Boro menambahkan, dalam seminggu ia hanya bisa panen sekali, dengan hasil sekitar 47 kilogram. Dengan harga jual Rp9.500 per kilogram, total pendapatan kotor yang didapatkan hanya sekitar Rp446.500 setiap minggu. Namun, jumlah itu belum dipotong berbagai pengeluaran lain.
“Itu belum lagi biaya pupuk, biaya sekolah anak, dan kebutuhan rumah tangga sehari-hari,” ujarnya.
Dengan penghasilan yang pas-pasan, Boro merasa usahanya belum sebanding dengan kerja keras yang dikeluarkan. Ia mengungkapkan bahwa hasil sadapan kadang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok saja, tanpa sisa untuk tabungan atau keperluan darurat.
“Kerja keras kami sering terasa sia-sia. Tapi mau bagaimana lagi, ini satu-satunya sumber penghidupan kami,” kata Boro dengan nada sedih.
Para petani dan pengepul berharap pemerintah atau pihak terkait bisa memperhatikan kondisi ini. Mereka mendambakan harga karet yang lebih stabil dan menguntungkan, agar para petani bisa hidup lebih layak dari hasil keringat mereka sendiri.
Reporter: Lingga
Editor: Khoirul Anam