Skandal Dibalik Pembabatan Hutan 700 Hektar di Kabupaten Sijunjung
Penulis: Gangga
Memang Kabupaten Sijunjung sudah seperti surga bagi para pelaku usaha kayu, baik itu legal dan illegal.
Banyak kayu hasil hutan dari Sijunjung terjual sampai kemana-mana dan potensi kayu hasil hutannya juga sangat menjanjikan. Tentu hal ini membuat banyak para pengusaha atau investor berbondong-bondong datang untuk mengambil kayu hasil hutan tersebut dengan alasan investasi dan membuka lahan pekerjaan bagi banyak orang.
Bahkan, alasan pembukaan hutan untuk membuat perkebunan kelapa sawit yang menjadi pemanis buah bibir untuk melobi masyarakat agar bisa melepaskan tanah ulayatnya, padahal dampak dari deforestasi sangat mengerikan bagi daerah yang terdampak.
Kerugian tersebut mulai dari kerugian sektor alam, polusi dan kekurangan air bersih, bahkan juga bisa menjadi bencana besar pada suatu saat, seperti banjir dan longsor yang mengancam jiwa penduduk sekitar, kerugian sektor keuangan daerah dan kerugian secara ekologis dan menghantui akibat aktivitas tersebut. Tak sedikit trik yang dipakai mulai lobi-melobi dan mengiming imingi penduduk sekitar menjadi cara ampuh untuk bisa menguasai hutan atau tanah yang dikehendaki.
Ekploitasi Hutan di Nagari Tanjuang Kaliang, Jorong Mudiak Imuak, Kabupaten Sijunjung yang mengakibatkan penggundulan hutan seluas 700 hektar menjadi polemik hukum dan harus menjadi perhatian dari berbagai kalangan, karena dampak kehilangan hutan dan hasil kekayaan hutan yang dugaannya tak menyentuh kepada kas negara.
Hal itu disebabkan oleh banyaknya oknum-oknum yang bermain dalam kasus ini, bahkan seperti penciptaan kontra pada situasi ini sangat terasa untuk kasus sebesar ini, dugaan kerugian negara terpampang jelas namun para penegak hukum hanya menutup mata tak ada tindakan dan upaya sedikit pun.
Bermula dari laporan polisi tentang adanya surat palsu yang mengatasnamakan Sekretariat Pemerintah Daerah Kabupaten Sijunjung yang diadukan oleh Kabag Hukum Miswita pada tanggal 1 Juni 2023 ke Polres Sijunjung tentang permohonan izin pemanfaatan hasil Kayu, akhirnya mengungkap cerita dibalik pembabatan Hutan di Nagari Tanjung Kaliang, Jorong Mudiak Imuak, Kecamatan Kamang Baru, Kabupaten Sijunjung.
Sosok seorang investor berinisial L dan oknum jaksa yang berinisial HPS di salah satu Kejaksaan Kepulauanriau yang menjabat sebagai Kasubag BIN, menjadi sorotan tajam di mata media. Pasalnya kedua orang itu adalah orang yang terlibat langsung dalam aktivitas ini.
Tak sedikit hutan yang dibabatnya pada kurun tahun 2023-2025, ada sekitar Kurang lebih 700 hektar yang sudah digunduli, bahkan sudah ditanami sawit beberapa ratus hektar yang mengakibatkan ekspansi pada Perkebunan sawit yang ada di Kabupaten Sijunjung.
Bahkan kayu hasil hutan dari area tersebut juga diduga terkonfirmasi diolah di Sawmill milik HPS yang berlatar belakang seorang jaksa aktif di Kejaksaan Kepri.
Dalam penuturannya melalui pesan/chat Whastapp, HPS selaku jaksa aktif yang menyandang jabatan mentereng yaitu Kasubag BIN di salah satu Kejaksaan Kepulauan Riau, mengaku memang dirinyalah yang menyerahkan uang dengan jumlah Satu Milyar Dua Ratus Juta di Polda Sumbar pada Tanggal 12 Mei 2023 lalu kepada ninik mamak yang yang berasal dari Nagari Tanjung Kaliang, dengan dalih pemberian uang tanah karena si pemilik ulayat yaitu “SN’’ tidak memberikannya kepada ninik mamak tersebut.
Jelas pengakuan HPS sangat bertentangan dari profesinya sebagai sorang jaksa karena ada dugaan mengangkangi peraturan jaksa dan Kode Etik Kejaksaan. Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan. Bahkan Akibat dari itu akan muncul dugaan salah guna wewenang dan memicu konflik hukum di Tengah tengah Masyarakat.
Tidak hanya sampai di situ, HPS juga diketahui mempunyai izin usaha sawmill yang beroperasi di wilayah dekat dengan hutan yang digunduli tersebut dan ini juga kembali bertentangan dangan peraturan kejaksaan dan juga dinilai memicu konflik kepentingan dan bisah dikaitkan dengan jabatan.
Dalam aksi penggundulan hutan seluas 700 hektar ini, peranan ‘’HPS’’ dinilai sangat penting sebagai nara hubung diantara banyak pihak yang dinilai penting dalam aktifitas ini, bahkan adanya keterlibatan seseorang yang berinisial “NS” yang pernah mencalon sebagai anggota DPD RI wilayah Sumbar, namun tak berhasil lolos, tak tertepis dari permasalahan ini. ‘’NS’’ berperan sebagi orang yang dipercaya “L’’ untuk mengambil Alas Hak dari “SI”.
Hasil dari pantauan media berdasarkan beberapa sumber menyebutkan adanya dugaan konflik kepentingan antara oknum pemangku jabatan dalam pemerintahan di Kabupaten Sijunjung juga ikut tercium dan terkoneksi dalam aktivitas penggundulan hutan ini, karena terjadinya pembiaraan dan menutup mata seolah tak tahu menahu dengan kejadian tersebut.
Bahkan hasil dari investigasi Pejabat Tinggi Pemkab Sijunjung pernah terkonfirmasi bertemu bersama ‘’NS’’ di kediaman pribadi pejabat tersebut. Pada saat itu dugaannya NS telah menjemput alas hak atas hutan seluas 700 hektar tersebut.
Tidak hanya itu, Mantan pejabat Tinggi di Kabupaten Sijunjung pun diduga juga ikut terseret dalam pusaran permasalahan ini. Munculnya dugaan terseretnya Mantan pejabat tinggi itu akibat pemberian fasilitas menginap gratis untuk ninik mamak sewaktu penyerahan sejumlah uang di Polda Sumbar, bahkan ada dugaan mantan pejabat itu kecipratan ratusan juta rupiah dari uang yang diserahkan oleh HPS di Padang.
Banyaknya konflik hukum yang terjadi akibat penggundulan hutan di Nagari Tanjung Kaliang, Jorong Mudiak Imuak, Kecamatan Kamang Baru, mulai dari laporan pemalsuan surat sekretariat Pemda Sijunjung dan juga laporan polisi tentang tanda tangan alas hak yang dipalsukan oleh orang lain untuk pengurusan izin Sipuh, juga menjadi konflik hukum dan telah dilaporkan ke Polda Sumatra Barat yang mengakibatkan HPS dipanggil oleh pihak Polda Sumatra Barat, namun HPS tak pernah hadir.
Terhitung HPS telah dipanggil sebanyak 3 kali oleh pihak Polda Sumbar. Memang HPS tak bisa dipanggil sembarangan, karena profesinya sebagai jaksa memberikan imunitas yang kuat terhadap dirinya. Dengan perlindungan Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (Pasal 35).Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan (Pasal 71). Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia No. 10 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemeriksaan terhadap Jaksa.
Bahkan pembekuan Sipuh Atas hutan tersebut juga sudah terbit, akibat dari adanya tanda tangan palsu “SN’’ untuk pengurusan Sipuh di BPHL Riau Wilayah III dan terakhir laporan tentang penyerobotan tanah/hutan yang diadukan ‘’SN” ke Polda Sumbar.
Dikutip dari Sumatra.Bisnis.com, Pernyataan dari Balai Pengelolaan Hutan Lestari Kasi BPHL wilayah III Pekan Baru menegaskan Pihak BPHL Wilayah III hanya memberikan hak akses pengangkutan kayu seluas 100 hektar pada lokasi baru pembukaan lahan sawit di Sijunjung.
Artinya ada dugaan luas areal lain dibabat tanpa ada izin yang jelas, bahkan kuat dugaan terjadinya praktek mal administrasi terhadap aktivitas tersebut.
Menurut Jaheri Kepala Dinas PTSP Perizinan Satu Pintu Pemda Sijunjung, pada (30/12/24) di ruang dinasnya menuturkan, tak ada pengurusan izin satupun terkait penanaman perkebunan kelapa sawit di area tersebut yang terletak di Nagari Tanjung Kaliang, Jorong Mudiak Imuak, Kecamatan Kamang Baru.