ArtikelFEATUREDPendidikanTOP STORIES

Filosofi Pendidikan Indonesia, Perjalanan Pendidikan Nasional

Foto: KI Hajar Dewantara (Ilustrasi)

Penulis: Elsima Nainggolan

Pada masa pemerintahan Belanda, terjadi perubahan besar dalam bidang pendidikan di Indonesia. Tokoh-tokoh pejuang pendidikan berupaya memajukan sistem pendidikan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pendidikan. Di bawah sistem pendidikan kota pada masa itu, gubernur memiliki wewenang untuk mendirikan sekolah, sehingga para bupati mendirikan sekolah-sekolah kabupaten yang khusus melatih calon pegawai.

Sekolah Bumiputera dibentuk untuk masyarakat dari golongan bawah, fokus pada kemampuan dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung. Tujuannya adalah untuk mencetak individu yang dapat mendukung kepentingan ekonomi kolonial Belanda. Melihat kondisi ini, para pelajar merasa terpanggil untuk melakukan perubahan dalam sistem pendidikan di Indonesia.

Salah satu figur yang memainkan peran penting dalam transformasi pendidikan Indonesia dikenal sebagai “Bapak Pendidikan Nasional” adalah KI Hajar Dewantara.

Semasa hidupnya, KI Hajar Dewantara mengalami beberapa kali pengasingan hingga akhirnya harus meninggalkan Indonesia untuk tinggal di Belanda. Meskipun demikian, semangatnya untuk memajukan pendidikan di Indonesia semakin membara selama masa pengasingannya, dan inilah yang mendorongnya untuk memberikan perhatian khusus pada bidang pendidikan sebagai bagian dari perjuangan menuju kemerdekaan.

Salah satu sumber inspirasi utamanya adalah buku filosofi dan kurikulum karya Maria Montessori. Kurikulum Montessori telah diadopsi oleh banyak negara maju sebagai bagian dari sistem pendidikan mereka. Ilmu yang diperoleh dari buku tersebut menjadi landasan pemikiran KI Hajar Dewantara dalam merumuskan dasar pendidikan Indonesia.

Ki Hajar Dewantara mengembangkan beberapa konsepsi yang menjadi Fondasi Pendidikan Nasional. Ide-ide ini menjadi pegangan bagi para praktisi pendidikan (guru, pembuat kebijakan, orang tua, dan pahlawan pendidikan) untuk menyelenggarakan pendidikan yang menggambarkan konsep “Merdeka Belajar”. Prinsip-prinsip dasar ini harus menjadi panduan dalam proses pendidikan untuk menghargai dan mengembangkan potensi manusia sesuai dengan kodratnya.

Salah satu keyakinan Ki Hajar Dewantara adalah bahwa proses mendidik dan mengajar merupakan upaya untuk mengangkat martabat manusia, sehingga perlu mengembangkan kemandirian manusia dalam semua aspek kehidupan, baik fisik, mental, jasmani, maupun rohani. Oleh karena itu, tujuan pendidikan seharusnya adalah untuk membebaskan manusia, menciptakan individu yang mandiri dan bahagia. Seorang pendidik harus mampu mengajarkan pengetahuan yang relevan dan bermanfaat bagi peserta didik baik di lingkungan sekolah maupun dalam kehidupan sosial.

Ki Hajar Dewantara percaya bahwa pendidikan memiliki tiga peran utama; Pertama, untuk memajukan dan menjaga individu; Kedua, untuk memelihara dan menjaga keutuhan bangsa; dan Ketiga, untuk memelihara dan menjaga keberlangsungan dunia. Ini tercermin dalam filosofi Tri Sri Rahayu, di mana semua aspek ini saling terkait dan berkontribusi pada kepentingan yang lebih besar.

Filosofi ini mengajarkan bahwa ketika individu menjadi mandiri dan bahagia, hal tersebut akan berdampak positif pada lingkungan sekitarnya, termasuk keluarga, teman-teman, dan masyarakat. Ketika masyarakat telah mencapai kemerdekaan atau kemajuan, hal tersebut akan berdampak pada kemajuan suatu negara.

Prinsip pembelajaran Tut Wuri Handayani yang diusung oleh Ki Hajar Dewantara menjadi semboyan resmi dalam implementasi sistem pendidikan nasional yang digunakan saat ini. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pendidikan bertujuan untuk membebaskan manusia dari segala aspek kehidupan melalui proses pendidikan, dan konsep ini telah diadaptasi dan diimplementasikan dalam kurikulum saat ini, yaitu Kurikulum Merdeka Belajar
tidak lagi terfokus pada pengenalan budaya seperti sebelumnya.

Lebih dari itu, pendidikan saat ini berorientasi pada pengembangan kemampuan berpikir kritis, kemampuan memecahkan masalah, keterampilan komunikasi, kreativitas, inovasi, dan kerja sama. Teknologi menjadi elemen kunci dalam pelaksanaan proses pembelajaran.

Sebagai pendidik, kita perlu meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan menggunakan teknologi tersebut secara efektif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran sehingga siswa atau peserta didik memiliki keterampilan yang relevan dengan tuntutan abad ke-21.

Setelah memahami pemikiran Ki Hajar Dewantara, saya menyadari makna sebenarnya dari peran seorang pendidik. Lebih dari sekadar memberi pelajaran.

Seorang guru adalah figur yang bertanggungjawab untuk mentransfer pengetahuan serta mengubah sikap peserta didik. Dalam proses pembelajaran, penting bagi seorang guru untuk memberikan perhatian kepada setiap pencapaian siswa, menghargai keberagaman, dan merencanakan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan individu.

Saya memahami bahwa hukuman-hukuman yang diberikan oleh guru tidak selalu menjadi solusi yang tepat, karena hal ini dapat berdampak negatif pada mental siswa, membuat mereka merasa terbatas dan takut untuk berbuat kesalahan. Pengalaman saya saat di sekolah, di mana saya dihukum tanpa alasan yang jelas, membuat saya merasa takut untuk berekspresi. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran, seorang guru sebaiknya bersikap lebih sabar, memahami motif di balik tindakan siswa, dan mencari solusi yang sesuai untuk menghadapi setiap masalah yang muncul.

Saya juga menyadari bahwa peran peserta didik sama pentingnya dengan guru. Sebagai guru, kita seharusnya menjadi fasilitator yang mendorong siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran, membantu mereka mengembangkan pemikiran kritis, menemukan potensi mereka, dan menentukan bagaimana proses pembelajaran seharusnya berlangsung. Peserta didik bukanlah objek pasif dalam pembelajaran, melainkan subjek yang aktif dan berperan dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Sebagai pendidik atau guru, kita diharapkan menjalankan prinsip-prinsip dasar kerja pendidik sebagaimana disampaikan oleh KI Hajar Dewantara, yaitu Ing Ngarso Sung Tulodho (memberikan teladan di depan), Ing Madya Mangun Karso (membangun semangat dan kemauan di tengah), dan Tut Wuri Handayani (memberikan dorongan di belakang).

Dalam pelaksanaannya, penting bagi pendidik untuk bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk sekolah, keluarga, dan masyarakat (Tri Pusat Pendidikan).
Peran kita sebagai pendidik adalah membimbing anak-anak menuju kebebasan untuk mencapai kebahagiaan dan keselamatan, sesuai dengan kodrat individu mereka.

Anak-anak dilahirkan dengan talenta unik, dan tugas kita adalah menjadi pembimbing yang membantu mereka menemukan jalan menuju keselamatan. Dalam konteks Merdeka Belajar, konsep bahwa “setiap guru adalah murid dan setiap murid adalah guru” dijunjung tinggi.

Pendidikan tidak terbatas pada lingkungan sekolah, tetapi dapat diperoleh di mana saja, kapan saja, dan dari siapa saja. Sekolah bukanlah satu-satunya tempat untuk mendapatkan pendidikan, tetapi juga sebagai pusat transformasi pendidikan dalam ekosistem pembelajaran yang lebih luas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *