Amelia Putri: Aktivis Kemanusiaan, Konservasi dan Literasi
Foto: Amelia Putri.
Terus bergerak seperti air mengalir, itulah yang dilakukan oleh Amelia Putri atau yang akrab disapa Amel.
Anak muda yang berasal dari Padang Sago, Pariaman ini tertarik di bidang kemanusiaan, literasi dan konservasi. Ia memantapkan diri untuk bergerak menjadi aktivis sekaligus relawan dan berkegiatan di ketiga hal tersebut.
Amel mulai menjadi aktivis di salah satu komunitas kerelawanan wilayah Jakarta Raya saat merantau, sebelum akhirnya ia kembali pulang ke Sumatra Barat dan tetap melanjutkan kegiatan menjadi relawan kemanusiaan di berbagai komunitas dan Non Government Organisation (NGO).
“Saya ingin menjadi dermawan, tapi harta belum punya. Makanya tak ada yang bisa dibagi selain waktu, pikiran dan semangat,” ujarnya.
Mengenai alasan berkecimpung di dunia kerelawanan dan kemanusiaan, banyak hal-hal berkesan yang telah dilalui oleh Amel selama menjadi aktivis kemanusiaan. Ia telah beberapa kali ke Kepulauan Seribu untuk menyalurkan bantuan di Bulan Ramadhan dan menyalurkan bantuan hewan qurban ke masyarakat pra sejahtera. Ia juga pernah bersama dengan tim relawan lainnya ke Lombok.
Saat pulang ke Sumbar, Amel beberapa kali menyalurkan bantuan dari para dermawan ke masyarakat Mentawai saat Bulan Ramadhan, menjadi relawan di Garabak Data untuk melakukan survey dan implementasi donasi perbaikan surau Lubuk Kupik serta menyalurkan bantuan hewan qurban.
Garabak Data sendiri merupakan daerah di Kabupaten Solok dengan akses jalan yang memprihatinkan, tanpa aspal dan tanpa sinyal. Selain itu, pasca bencana di Pasaman Barat pada Februari lalu, Amel turut turun ke lapangan bersama puluhan hingga ratusan relawan lainnya baik itu yang berasal dari Pasaman hingga yang berasal dari provinsi lain.
Selain respon tanggap bencana, penyaluran hewan qurban, penyaluran bantuan sembako dan uang tunai, Amel juga terlibat dengan kegiatan penggalangan dana, buka bersama dengan warga pra sejahtera di berbagai kota lainnya di Sumbar.
Selama menjadi aktivis kemanusiaan, banyak hal menarik lainnya yang dilalui Amel. Salah satunya saat menemui masyarakat adat seperti di Mentawai dan daerah pelosok Sumbar lainnya.
“Terasa sekali kekeluargaan pada mereka. Mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, akrab satu sama lain. Saling bertegur sapa dan bertukar kabar. Seolah satu kampung itu, semuanya bersaudara,” papar Amel.
Tak hanya di Mentawai, di daerah lainnya pun seringkali Amel terpesona akan keindahan budi pekerti warganya. Gadis yang bercita-cita untuk mendirikan sebuah perusahaan rintisan social enterprise ini juga tertarik dengan dunia konservasi dan literasi.
“Dunia ini semakin canggih, juga semakin tua. Kita harus bisa merawat, menjaga, melestarikan ekosistem dan tentunya mengarsipkan agenda-agenda penting lewat tulisan dan dokumentasi,” kata Amel.
Ia ikut serta dengan berbagai agenda seperti menanam pohon, bersih-bersih pantai, serta terlibat dalam komunitas Orang Utan Friends.
Amel juga tergabung di beberapa komunitas literasi dan telah menelurkan beberapa karya antologi bersama.
Di Kota Padang, Amel bergabung dengan komunitas baca Muda Literat. Komunitas ini rutin membaca dan bercerita tentang buku-buku, membuka lapak baca gratis di Car Free Day Khatib Sulaiman tiap Ahad pagi, melakukan arisan buku, hingga melaksanakan agenda besar bernama Festival Wakaf Buku.
Selain Muda Literat, Komunitas Seni Dangau Studio tidak dilewatkan Amel. Setiap sebulan komunitas ini mengadakan Art Therapy. Pada acara tersebut juga dihadirkan bazar untuk usaha kreatif dan terdapat Literacy Corner dimana dipajang buku karya penulis muda Sumbar. Hal ini menjadi ajang apresiasi dan eksplorasi.
Selain bergiat di Padang. Amel aktif di komunitas literasi Gubuak Kopi yang berbasis di Solok. Sementara Padang Panjang, Bukittinggi, dan Agam adalah daerah yang pernah didatangi Amel untuk membagikan buku wakaf ke Taman Baca Masyarakat (TBM) setempat. Pernah bekerja di penerbitan buku di Kabupaten Solok juga sebagai salah satu cara Amel mengeksplorasi kecintaannya pada dunia literasi. Pun gadis ini pernah menjadi pemandu wisata bertajuk Kembara Hamka Malaysia dalam rangka menyusuri kisah hidup Buya Hamka.
Berbagai lokakarya dan iven literasi dan sejarah yang ternyata cukup banyak di Sumbar, diikuti gadis alumni Unand ini hingga membawanya ke Nagari Pagadih di Agam, ke museum PDRI dan rumah Tan Malaka.
Hal-hal yang dilakukannya di berbagai daerah seputar Sumbar tak membuatnya melupakan kampung halaman, Amel berkomitmen menggiatkan literasi dengan mendirikan teras baca di rumahnya bermodalkan buku antologi yang dibuat. Kini sedang mengupayakan membuat antologi After School Stories dimana para penulis ditarget yang berasal dari Padang Sago.
Berbagai kegiatannya di dunia literasi, membuat Amel menyimpulkan aktivitas literasi di Sumbar khususnya di kalangan anak muda sudah mulai menggeliat.
Baginya, literasi tak hanya sebatas baca-tulis, lebih dari itu ialah pemahaman untuk menyerap makna informasi dan meleknya budaya untuk mencari literatur sebelum bertindak untuk mengeksekusi ide.
“Dalam perjalanan saya bergaul dengan orang-orang literat itu, mereka tak hanya sekadar mendirikan rumah baca atau TBM. Banyak kantong-kantong literasi yang tercipta atas kesadaran kelompok/golongan yang akhirnya menjadi sebuah ekosistem yang tak terpisahkan dari kesehariannya,” ujar Amel.
Amel menuturkan, di Kota Padang ada Pustaka Steva yang rutin mengadakan diskusi terkait isu yang tengah berkembang di masyarakat. Kemudian, di Solok, ada komunitas Gubuak Kopi yang rutin mewadahi seniman untuk berkarya. Entah itu karya puisi, seni rupa, tulisan di website. Lalu, di Padang Panjang, ada KMD Elipsis binaan M. Subhan yang selalu rutin mengadakan kelas online kepenulisan dengan tema yang menarik setiap hari Senin.
Sedangkan, di Bukittinggi, belum lama ini berdiri sebuah komunitas Rumah Syarikat yang mempunyai koleksi bacaan biografi tokoh dan aktif mengadakan diskusi literasi. Begitu pun di Agam, Sawahlunto, Sijunjung, Payakumbuh, Pasaman, Pariaman, Pesisir Selatan bahkan di Mentawai pengabdian mahasiswa kini sudah berorientasi literasi dengan mendirikan rumah baca.
“Begitu pula saya lihat umumnya yang terjadi akhir-akhir ini di kebanyakan tempat di Indonesia. Penggalangan donasi buku, peresmian TBM baru, acara bedah buku, banyaknya iven menulis bersama, membludaknya buku-buku yang terbit menggunakan ISBN sehingga pendaftarannya dibatasi hingga menjamurnya penerbit-penerbit indie sebagai solusi bagi penulis pemula untuk menerbitkan karya,” tutur Amel mengenai makin berkembangnya komunitas kepenulisan di tengah isu minimnya minat baca penduduk Indonesia.
Banyak hal positif yang didapat Amel saat menjadi aktivis. “Mulai dari pengalaman berharga, banyak teman, banyak saudara, banyak tempat singgah dan untuk menginap di berbagai kota. Selain itu juga juga dapat nambah keluarga, menambah ilmu, nambah basecamp, kadang bisa nambah cuan juga kalo dilibatkan project, dan lain-lain,” jelas Amel.
Baginya, tidak melelahkan untuk menjalankan kegiatannya. Prinsipnya, justru jika tidak bergerak, kita akan punah. “Lebih baik gagal setelah mencoba, daripada gagal karna takut mencoba. Capek itu sementara, seperti mendaki gunung yang tinggi dan penuh tantangan, tapi setelah sampai di puncak, maka keletihan dan kelelahan tadi berganti kepuasan dan kelegaan hati. Jangan menyerah, lelah ini hanya sebentar saja. Tetap tersenyumlah agar semakin mudah, karena kesedihan pun ternyata sementara,” ucap Amel.
Meski saat menjadi aktivis, bukannya tidak ada tantangan yang dihadapi. Mulai dari perbedaan pendapat, perbedaan orientasi, berkurangnya jumlah tim karena kesibukan masing-masing.
Amel berpesan khususnya bagi anak-anak muda, bahwa selagi masih muda, eksplorasi diri dan tumbuhkan keberanian. “Kita boleh jadi siapa saja. Jadi anak senja, anak masjid, anak alam, anak hip-hop, metal, slebew, dan lain-lain. Asalkan yang terlarang dalam akidah tidak dicoba-coba. Jadilah anak mesjid yang tetap asik diajak bergaul, jadilah anak metal yang tidak minum alkohol, jadilah anak senja yang tidak melupakan solat magrib, dan jadilah kaum yang selalu menaati perintahNya dan menghindari laranganNya. Bebas berekspresi boleh, asalkan batasan selalu dijaga. Selalu ingat, bahwa Tuhan tidak suka hambaNya yang melampaui batas, bukan?” tutup Amel.
BIODATA
Nama: Amelia Putri
TTL: Padang Sago, 9 September 1993
Pendidikan: Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Andalas
Karya:
- Antologi cerpen: Yang Tak Pernah Kehilangan Candu pada Buku (2020), Bait Hati Kepada Cinta (2021), Menyemai Potensi Menuai Hikmah (2021), Untuk Cinta dan Kemanusiaan (2021), Mencintai Indonesia Bertualang Menemukan Surga (2022)
- Antologi Puisi: Jamuan Rindu (2021)
Blog: www.timetodorighthing.wordpress.com
Pekerjaan: Berdagang dan freelancer di lembaga training;
Komunitas: Gubuak Kopi, Minang Entepreneur Connect, Rumah Produktif Indonesia, Dangau Studio, Muda Literat
Cita-cita: Membangun perusahaan rintisan social enterprise (pemberdayaan berkelanjutan dan memberikan dampak signifikan).
Penulis: Zik