Syarah Sumpah Pemuda: Refleksi Sumpah Pemuda ke 93
Bulan Oktober tahun ini memang sangat istimewa. Dimulai dengan tanggal 19 bertepatan dengan hari kelahiran Nabi Muhammad, tanggal 22 hari santri dan sekarang tanggal 28 adalah peringatan sumpah pemuda.
Pada 28 Oktober 1928 para pemuda yang tergabung dalam berbagai organisasi pemuda mendeklarasikan sumpah bersama. Sumpah para pemuda itu menyepakati trilogi pemuda, yakni satu Nusa, satu Bangsa dan satu Bahasa.
Sebelumnya perjuangan bangsa Indonesia bersifat kedaerahan hingga muncul berbagai organisasi pemuda yang bersifat kedaerahan (primordial) seperti Jong Java, Jong Sumatera Bond, Jong Celebes dan Jong-jong lainnya. Karena perjuangan yang bersifat kedaerahan itu tidak membuahkan hasil, maka muncullah kesadaran untuk berjuang melawan penjajah yang bersifat nasional. Puncaknya Jong-jong itu kemudian sepakat untuk mendeklarasikan sumpah mereka yang mereka namai sumpah pemuda.
Sumpah pemuda pada 28 Oktober 1928 ini sesungguhnya adalah hasil dari kongres pemuda II. Sebelumnya kongres pemuda ini diprakarsai oleh berbagai organisasi pemuda yang diinisasi oleh Perhimpunan Indonesia (PI), organisasi pemuda yang paling getol menyuarakan persatuan kebangsaan. Organisasi-organisasi pemuda itu kemudian dijembatani oleh Muhammad Yamin, tokoh nasionalis yang kelak menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Era Soekarno.
Kongres pemuda diadakan dua kali. Pertama diadakan pada 30 April 1926 yang menghasilkan kesepakatan para pemuda dalam bidang sosial, ekonomi dan budaya. Kemudian kongres pemuda kedua diadakan pada 28 Oktober yang kemudian dikenal dengan sumpah pemuda. Sebagaimana paparan di atas, sumpah pemuda ini menyepakati trilogi (tiga pemikiran) kebangsaan, yakni satu Nusa, satu Bangsa dan satu Bahasa serta disepakati lagu Indonesia Raya karya WR. Soepratman sebagai lagu kebangsaan.
Makna Butir-Butir Sumpah Pemuda: Sebuah Tafsir Subyektif
Ada tiga butir sumpah para pemuda pada 28 Oktober 1928. Pertama adalah bersumpah bertanah air satu, tanah air Indonesia. Kedua, bersumpah berbangsa satu, bangsa Indonesia. Ketiga bersumpah berbahasa satu, bahasa Indonesia.
Pertama, para pemuda bersumpah untuk bertanah air satu, yakni tanah air Indonesia. Tanah air menggambarkan kedaulatan wilayah yang terdiri dari berbagai pulau dan lautan serta apa pun yang ada di dalamnya. Para pemuda itu bersumpah untuk berjuang melawan penjajahan dalam bentuk apa pun berdasarkan kesatuan wilayah yang terdiri dari daratan dan lautan.
Batas wilayah, bagi para pemuda, tidak menjadi hambatan dan sekat yang membatasi mereka untuk bersatu melawan penjajahan dalam mewujudkan kemerdekaan. Semangat para pemuda dalam melampaui batas wilayah untuk mewujudkan persatuan ini terbukti menjadi resep ampuh untuk melawan dan mengusir penjajah. Mereka sadar bahwa seluruh wilayah Indonesia, daerah manapun itu, memiliki nasib yang sama, yakni terjajah. Oleh sebab itu perjuangan juga harus menghadirkan kesamaan lainnya, yakni kesamaan visi dan cita-cita bangsa yang merdeka.
Kedua, para pemuda itu mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia. Hal ini berangkat dari keragaman yang ada wilayah Indonesia sendiri–yang dulu bernama Hindia-Belanda. Indonesia yang sekarang merdeka tidak bisa dilepaskan dari peran dan sumbangsih semua suku dan bangsa yang ada dalam satu wilayah tanah air. Tanah nusantara sejak dulu dihuni oleh berbagai kerajaan yang menjelma sebagai bangsa-bangsa kecil. Dimulai dengan era kerajaan Hindu, Budha dan ditutup dengan era kerajaan Islam.
Bangsa-bangsa yang berasal dari kerajaan-kerajaan kecil itu kemudian menjadi suku-suku yang beragam. Masing-masing pemuda dari suku yang beragam tersebut bersepakat untuk melebur dalam satu bangsa yang sama, yakni bangsa Indonesia. Dari sana identitas kesukuan ditinggalkan, kemudian menuju pada kesamaan tujuan untuk merebut kemerdekaan.
Ketiga, para pemuda itu bersumpah untuk berbahasa satu, bahasa Indonesia. Sebagai sebuah negara yang dihuni berbagai suku, tentunya Indonesia juga menyimpan berbagai bahasa daerah. Unsur kedaerahan yang sudah dilebur dalam butir-butir sumpah sebelumnya kembali menurunkan unsur kedaerahan lain yang lebih spesifik, yakni bahasa. Bahasa daerah memang harus dirawat dan dilestarikan. Tapi untuk menyatukan seluruh elemen bangsa dalam satu bingkai perlu ditentukan dan disepakati bersama bahasa persatuan. Akhirnya bahasa Indonesia lah yang terpilih.
Ketiga buah pikiran yang disepakati oleh para pemuda pada waktu itu menjadi titik tolak perjuangan lanjutan untuk meraih kemerdekaan. Lewat sumpah mereka, para pemuda berusaha mendobrak sekat-sekat primordial menuju persatuan dan kesatuan dalam rangka mewujudkan cita-cita bersama, yakni Indonesia yang merdeka.
Selamat memperingat hari sumpah pemuda ke 93. Semoga pemuda Indonesia semakin solid dan tidak mudah terpecah belah oleh apa pun.

Oleh: Iga Kurniawan
(Penyuluh Agam Islam Non PNS Kementrian Agama Kab. Jepara, Jawa Tengah)