Mal Praktek Ditinjau dari Aspek Hukum Pidana
Penulis: Herniwati, SH MH
Editor: Alvin Hanevi
Akhir-akhir ini gencar pemberitaan mal praktek yang dilakukan salah satu rumah sakit swasta yang berada di Kota Singkawang Provinsi Kalimantan Barat. Bukan kasus pertama kali mal praktek dilakukan oleh tenaga kesehatan, dibeberapa tahun lalu pernah terjadi dilakukan oleh tenaga paramedis tingkat Puskesmas hingga proses ke meja hijau.
Pengertian mal praktek sendiri tidak diketahui secara ekplisit dalam aturan hukum positif di Indonesia pada saat ini. Namun kata malpratek dewasa ini berkembang sejak dipergunakannya dalam symposium Gerakan Mahasiswa Hukum Indonesia yang diintrodusir oleh Majalah Tempo nomor 35 tanggal 25 Oktober 1986 dalam upaya mencari keadilan Malpraktek. Kemudian Universitas Pancasila pada tahun 1988 juga mengadakan Simposium dengan istilah Malpraktek.
Pada akhir Oktober 1988 diselenggarakannya kongres Bahasa Indonesia yang Ke-V tepatnya tanggal 29 Oktober-03 November 1988 maka terbitlah kamus Bahasa Indonesia salah satu didalamnya mencantumkan istilah Kata “ Malpraktik” yang artinya praktik kedokteran yang dilakukan salah atau tidak tepat, menyalahi Undang-undang atau kode etik Indonesia sendiri. Istilah malpraktek sangat terkenal dikalangan tenaga kesehatan sendiri sebagai suatu bentuk Medical Malpractice yaitu medical negligence yang dalam Bahasa Indonesia kelalaian medik.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya malpraktek adalah pertama kelalaian, kelalaian dilakukan oleh tenaga Kesehatan apabila ketidak hati-hatian dalam melakukan tindakan medis, salah satu contoh seorang dokter melakukan tindakan operasi yang tanpa sengaja meninggalkan gunting atau alat lainnya didalam tubuh pasien maka hal ini tidak sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) maka dapat dikatakan Malpraktek.
Kelalaian terjadi dalam 3 bentuk : (1).Malfeasance yaitu melakukan suatu Tindakan melanggar hukum misalnya melakukan Tindakan medis tanpa indikasi.(2) Misfeasance yaitu melakukan Tindakan tepat tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat misalnya menyahalahi prosedur SOP (3) Nonfeasance yaitu tindakan melakukan tindakan medis yang merupakan kewajiban.
Kedua Kesengajaan, Malpraktek ini jarang ditemukan. Mal praktek akibat kelalaian medik adalah salah satu bentuk dari malpraktek medis paling sering terjadi. Apabila kita merujuk dari Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan pasal 84 ayat (1) menyatakan :” Setiap tenaga kesehatan yang melakukan kelalaian berat yang mengakibatkan penerima pelayanan kesehatan luka berat dipidana dengan penjara paling lama 3 ( Tiga ) tahun, sedangkan ayat (2) berbunyi : “ Jika kelalaian berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian, setiap tenaga kesehatan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
Pelanggaran dan pidana yang diberikan kepada pelaku malpraktek diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP), Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Pada prinsipnya hubungan Dokter atau tenaga Kesehatan lainnya dengan pasien adalah hubungan terapeutik atau transaksi terapeutik, yaitu merupakan terjadinya suatu ikatan antara pasien dan dokter untuk pengobatan dan perawatan penyakitnya atau merupakan produsen jasa yang memiliki hak dan kewajiban.
Aturan-aturan tentang kesehatan di Indonesia dibuat dalam kodifikasi peraturan perundang -undangan yang berfungsi memberikan perlindungan kepada Konsumen Kesehatan atau Masyarkat selain undang-undang diatas terdapat juga diatur dalam UUD 1945, UU RI No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, UU RI No.44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden dan Keputusan Menteri Kesehatan.
Penyelesaian sengketa Kesehatan seperti malpraktik dapat diselesaikan secara nonlitigasi maupun litigasi. Menurut saya sebaiknya sengketa medis diselesaikan secara nonlitigasi karena lebih menjanjikan kedua belah pihak melalui mediasi. Mediasi diatur dalam PERMA No.1 Tahun 2008 Tentang mediasi pada pasal 1 ayat (7) mendefinisikan bahwa mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator. Sesuai dengan Undang-Undang nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 29 menyatakan : dalam hal tenaga Kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankkan profesinya, kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi.