FEATUREDOpini

Mengenang Teuku Umar Sambil Minum Kopi di Meulaboh

Pada hari Senin 22 Juni 2020, saya kembali menapaki pasir pantai yang mengkilap dan berwarna cokelat di sekitaran Tugu Kupiah Teuku Umar di Kota Meulaboh Kabupaten Aceh Barat. Angin yang berhembus seakan membuat ritme yang sangat menenangkan jiwa. Ah, rindu sekali dengan suasana angin sepoi-sepoi dan berhembus kencang sekali-kali pada kala itu. Sungguh, itu seakan membuat saya ingin membawa bantal dan segera tidur terlelap.

Berbicara soal Tugu Kupiah Teuku Umar atau juga disebut dengan Tugu Kupiah Meukeutop, tugu ini merupakan ikon dari Kabupaten Aceh Barat. Topi tradisional adat Aceh ini biasanya digunakan sebagai pelengkap pakaian adat yang dikenakan kaum pria dan sering dipakai ketika upacara-upacara adat atau acara seremonial lainnya. Tugu Kupiah Teuku Umar ini sengaja dibangun untuk mengenang suatu pertempuran dengan pasukan Belanda di Meulaboh. Tugu yang ikonik ini pun menjadi salah satu target destinasi para wisatawan yang datang ke Aceh Barat.

Di dekat tugu tersebut, terdapat sebuah warung atau masyarakat menyebutnya sebagai “Jamboe”, dikarenakan tempat-tempat duduk di warung tersebut bisa dibilang berada di atas tiang-tiang yang terbuat dari kayu dan ada tangga kecil untuk kita naiki serta atapnya yang ditutupi oleh dedaunan. Ya, mungkin pembaca tahu bentuknya dan hampir mirip dengan tempat istirahat petani yang berada di tengah sawah. Di warung ini, juga menyediakan beragam makanan serta minuman khas Aceh Barat. Salah satunya adalah Kupi Khop atau Kopi ‘Terbalik’.

Kopi terbalik? iya! minum Kupi Khop atau yang juga dikenal sebagai minum kopi yang tak lazim, dikarenakan meminumnya dengan gelas yang terbalik. Hal ini pun menjadi sorotan di kalangan masyarakat pendatang. Kopi ini memang layaknya kopi Aceh pada umumnya, namun yang membedakan ‘kupi khop’ dengan kopi lainnya adalah tata cara mengonsumsinya yang penuh dengan filosofi yang ada di balik gelasnya. Gaya gelas kopi terbalik ini mirip dengan bentuk Kupiah Teuku Umar.

Selain gelas kopi terbalik yang mirip dengan, katanya juga ada penelitian yang menyebutkan bahwa meminum kopi dengan gelas terbalik ini bisa mencegah hilangnya kadar keasaman pada kopi dan mencegah masuknya polusi, sehingga kopi akan tetap nikmat diminum dan sangat cocok dengan kultur masyarakat Aceh yang suka meminum kopi berlama-lama. Apalagi, ngopi sambil bercanda ria dengan teman-teman sebaya. Buat yang jombo, ini bisa menjadi momen yang tak terlupakan.

Kita sudah selesai membahas filosofi gelasnya, kini kalian pasti bertanya-tanya; “bagaimana sih cara minumnya?”. Nah! ini merupakan suatu hal yang sangat ingin saya jelaskan kepada para pembaca yang budiman. Bercerita sedikit, dulu saya saat awal mencicipi kopi ini, nasib saya sangatlah sial. Pasalnya, ketika hendak mencicipi, sedotan (pipet) yang saya pakai terus menerus saya hisap dari pinggir gelas dan air kopi tidak kunjung keluar. Akhirnya, saya menarik gelas kopi yang terbalik tersebut ke atas. Hasilnya? air kopinya tumpah ruah dan membasahi meja. Teman-teman semuanya tertawa dan penjual Kopi Khop yang kerap disapa Bang Jack itu ikut mengomentari; “Kah aneuk Meulaboh, tapi jiep kupi nyoe mantoeng hana paham” (Kamu anak Meulaboh, tapi minum kopi ini saja masih tidak paham).

Lalu, karena saya merasa kesal, akhirnya saya pesan satu lagi. Kali ini Kopi Khop jenis “Tower”. Kopi Khop jenis Tower ini memiliki gelas terbalik yang lebih panjang dari biasanya, bentuknya menjulang mirip seperti menara dan tak lupa kopinya kali ini pakai susu. Saya diajari tata cara meminumnya, yaitu dengan cara meniup menggunakan pipet pada pinggiran gelas dan tak lupa gelasnya diangkat sedikit saja agar air keluar dengan lancar. “Spruuuttt”, begitu nada kenikmatan yang keluar dari pipet yang saya hisap.

Rasanya? sangat mantap! sehingga membuat kita ingin melayang layaknya orang kecanduan narkoba, hahaha saya mungkin agak berlebihan. Tapi saya akui, minum kopi yang tak lazim namun unik ini patut diapresiasi dan sebaiknya dilestarikan sebagai ikonik daerah Aceh Barat yang penuh dengan filosofi sejarah. Jika pembaca ingin menikmati kopi unik ini, maka pembaca bisa mengunjungi Tugu Kupiah Teuku Umar dan langsung dapat menemukan salah satu warung yang menyediakan kopi ini di sekitar tugu tersebut. Akhir kata, saya ucapkan “salam pecinta kopi!” dari pantai paling barat di Aceh.

Oleh: Sulthan Alfaraby (Mahasiswa Universitas Islam Negeri Ar-Raniry dan Pegiat Diskusi di Aceh)
Edito: Martha

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *