FEATUREDOpiniTOP STORIES

Fenomena “KaburAjaDulu”: Hilangnya Keyakinan pada Negeri Sendiri

Penulis: Arga Putra Lovendi

Mahasiswa Strata 1 Prodi SPI UIN Syech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Fenomena “#kaburAjaDulu” banyak muncul di sosial media beberapa tahun terakhir. Hal ini muncul bukan hanya sekadar candaan saja, tetapi tanda bahwa hilangnya harapan pada masa depan negeri sendiri.

Biaya hidup yang semakin naik sedangkan gaji semakin menurun, lapangan pekerjaan yang sedikit, dan biaya pendidikan semakin mahal. Dalam situasi seperti ini, kerja ke luar negeri atau sekolah di luar negeri terlihat seperti pilihan yang paling aman dan paling menguntungkan dibandingkan menunggu perubahan yang tak kunjung terlihat.

Bukan karena mereka tidak mencintai tanah air, tetapi karena mereka merasa negeri ini tidak memberi cukup ruang untuk berkembang. Negeri ini kurang ramah untuk meningkatkan kompetensi bagi rakyat tanpa privilege.

Ketika peluang untuk berkembang terasa semakin sempit, keyakinan terhadap masa depan negeri mulai goyah. Generasi muda merasa bahwa kerja keras saja tidak cukup untuk mengubah hidup.

Ada yang berusaha, belajar, meningkatkan kemampuan, tetapi tetap merasa terjebak dalam sistem yang tidak adil. Banyak kesempatan yang lebih ditentukan oleh relasi, privilege, atau posisi sosial keluarga, biasanya anak muda sekarang menyebutnya kekuatan ordal.

Dalam kondisi yang sedemikian rumit, wajar kiranya jika banyak yang merasa peluang untuk berkembang justru lebih besar ketika mereka pergi ke negara
lain yang menawarkan gaji lebih tinggi, standar hidup lebih stabil, dan jalur karier lebih transparan.

Fenomena “#KaburAjaDulu” juga menunjukkan renggangnya hubungan antara generasi muda dan struktur sosial-politik yang mengatur hidup mereka. Banyak kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat kecil: biaya pendidikan semakin mahal, lapangan pekerjaan yang berkualitas sangat sedikit, sementara korupsi dan ketidak efisienan birokrasi tetap menjadi masalah berulang dan tidak ada habisnya. Anak muda merasa suara mereka tidak didengar, dan kritik mereka sering di abaikan oleh pemerintah.

Dalam situasi seperti ini, wajar jika generasi muda mulai melihat peluang di luar negeri strategi bertahan hidup yang rasional dan menguntungkan. Namun, walaupun terlihat seperti fenomena putus asa, #KaburAjaDulu sebenarnya adalah upaya dari generasi yang ingin berkembang dan ingin dihargai.

Mereka tidak lari dari tanggung jawab; mereka hanya ingin lari dari ketidak adilan yang membuat mimpi terasa mustahil. Kepergian mereka justru menjadi alarm keras bahwa negara sedang kehilangan sumber daya manusia yang seharusnya menjadi pendorong utama perubahan.

Jika pemerintah ingin menghentikan gelombang ini, solusinya harus langsung menyentuh akar masalah, yaitu dengan memperluas lapangan pekerjaan berkualitas, meningkatkan transparansi tata kelola, memangkas biaya pendidikan tinggi, dan mengeluarkan kebijakan yang benar-benar mendukung generasi muda untuk tumbuh.

Ketika kesempatan di dalam negeri terasa lebih masuk akal daripada peluang di luar negeri, mereka tidak akan lagi memilih untuk “kabur”. Pada akhirnya, #KaburAjaDulu bukan hanya slogan. Ini adalah pesan sekaligus tuntutan dan upaya dari generasi muda yang sedang mencari tempat untuk merasa layak, aman, dan dihargai. Pertanyaannya: apakah Indonesia siap menjadi tempat itu?.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *