FEATUREDNewsSurat PembacaTOP STORIES

Benang Merah Dugaan Kasus Tanah 500 Hektar Milik Pemkab Sijunjung Mulai Terlihat

Penulis: Gangga

Persoalan ini lama muncul ke publik tentang isu dugaan kasus korupsi lahan 500 hektar yang ada di daerah Kecamatan Kamang Baru diantara dua nagari yaitu Perbatasan Tanjung Kaliang dan Air Amo.

Polemik yang tak berkesudahan itu selalu muncul di mulut publik ketika membahas isu-isu negatif tentang korupsi di Ranah Lansek Manih ini, seakan menjadi rahasia umum yang harus disimpan namun diketahui khalayak ramai.

Mulai dari pelaporan ke APH dari masyarakat, organisasi LSM dan pemberitaan bahkan dulu salah satu institusi APH juga pernah didemo oleh organisasi mahasiswa di Kabupaten Sijunjung, namun semua seperti nihil dan tak ada gerakan dari APH setempat baik kabupaten, provinsi hingga pusat, padahal total nilai uang negara yang dikucurkan cukup besar yakni Rp750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) dengan APBD tahun 2006 (Dikutip dari Jurnal Sumbar).

Pada tahun 2019, Pemda Kabupaten Sijunjung sempat digugat oleh seseorang berinisial S tentang status kepemilikan lahan tersebut, meski S harus menelan pil pahit dengan putusan No (Niet Ontvankelike Verklaad) dikarenakan Gugatan penggugat kekurangan pihak.

Bahkan ada yang mengatakan bahwasanya keberadaan tanah tersebut juga bertentangan dengan RTRW 2011-2031 (Rencana Tata Ruang Wilayah ) dimana RTRW menjadi acuan tentang keberlanjutan pembangunan suatu daerah kedepan nya.

Dalam RTRW Sijunjung tentang rencana pengembangan kawasan hutan lindung, kawasan hutan yang berbentuk resapan air dan mempunyai sudut kemiringan 40% sebagai kawasan lindung Pasal 68 A, pasal 29 A, B, C, D, E dan Pasal 30 ayat 1 dan pasal 31 Ayat 1, 2 dan 3.

Perjalanan panjang membuka tabir dalam permasalahan lahan pemda di Air Amo Kecamatan Kamang Baru ini justru menarik dan menjadi perhatian orang banyak dikarenakan sampai sekarang hanya ada alas hak tanpa ada sertifikat yang mengikat kepemilikan secara sah dan memenuhi standar administrasi negara secara hukum, meski alas hak di Sumatra Barat tetap diakui kepemilikannya secara Adat.

Permasalahan isu strategis ini memang menyeret beberapa nama pejabat tinggi yang ada di Kabupaten Sijunjung dikala itu yang kini sudah lengser dikarenakan habis masa jabatan dan pindah tugas.

Banyaknya kejanggalan yang ada justru membuat isu kasus ini menjadi seksi untuk dibuka kembali. Beberapa faktor yang harus dilihat mulai dari pembelian hutan tersebut terjadi pada tahun 2006 dengan memakai uang negara pada saat itu dugaan besaran Rp750.000.000 dan tanah itu disepakati dibeli oleh pemda melalui salah seorang pemilik ulayat yaitu KN dengan harga yang sudah disepakati, bahkan banyak elemen Pemerintahan yang terlibat di dalam itu mulai dari bagian umum, bagian hukum, Bagian Tapem, camat setempat dan Dinas Pertanian.

Pemda pada saat itu juga mengeluarkan Perda No. 11 tahun Tahun 2006 dimana dalam lampiran Perda tersebut terdapat belanja modal Tanah bernilai Miliaran rupiah dan Peraturan Bupati No. 31 Tahun 2006 tentang penjabaran pendapatan dan belanja daerah, namun kalau dilihat harga pembelian tanah Kepada KN justru hanya bernilai RP 750.000.000 dan bertolak belakang dari nilai yang disebut oleh Perda No. 11 tahun 2006.

Salah seorang narasumber yang mengetahui seluk beluk tentang perjalanan pengadaan pembelian lahan ini Justru membuka tabir yang lebih terang.

“Memang benar pembelian hutan atau tanah tersebut pada saat status hutan lindung pada tahun 2006. Lahan tersebut dibeli oleh Pemkab kepada saudara KN yang mempunyai ulayat,”.

Foto: Satpol PP Pemkab Sijunjung melakukan pengamanan aset lahan (Foto: IST)
Foto: Satpol PP Pemkab Sijunjung melakukan pengamanan aset lahan (Foto: IST)

IN mengakui bahwasanya pada Tahun 2006 itu status lahan tersebut adalah kawasan hutan lindung, namun pembebasan kawasannya baru dilakukan pada tahun 2010 dan diurus oleh salah satu PT yang bergerak di Bidang Tambang dengan inisial PT KA pada saat itu.

“Bukan hanya sekedar pelepasan, tapi dibalik itu semua IN mengatakan juga ada perjanjian antara pejabat daerah waktu itu kepada PT KA untuk pengolahan lahan setelah proses pelepasan selesai. Apa perjanjiannya IN tidak mengetahui hal itu karena IN hanya terlibat proses Jual Belinya saja”.

Kini hutan dengan luas lahan 500 Hektar itu diduga telah disulap dan dialih fungsikan menjadi kebun sawit bahkan S yang menggugat lahan tersebut juga pernah dipekerjakan sebagai penjaga kebun sawit dan di SK kan oleh Dinas Pertanian Kab. Sijunjung.

Ada juga dugaan hasil dari lahan tersebut juga tidak bisa menghasilkan PAD yang jelas dan juga menjadi temuan BPK.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *