FEATUREDNasionalNewsTOP STORIES

Fraksi PPP DPR RI Gelar Seminar Respon Kritik Pengesahan KUHP

Foto: Para pemateri dalam kegiatan seminar dalam merespon kritikan pengesahan KUHP (Foto: IST)

Jakarta, MZK News – Pengesahan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) menuai berbagai respon di kalangan masyarakat Indonesia. Hal inilah yang mendorong Fraksi PPP DPR RI menggelar seminar di ruang rapat BAKN, lantai 1 Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat pada Rabu (14/12/2022) siang.

“Dengan digelarnya seminar ini, akan memberikan pemahaman kepada masyarakat terhadap pengesahan KUHP,” ujar Maharani dalam memoderasikan seminar tersebut.

Hadir sebagai pembicara kunci, Wamen Hukum dan HAM Prof. Dr. Edward Omar Sharief Hiariej bersama tiga pemateri seperti H. Arsul Sani, S.H.,M.Si.,Ll.D., (anggota Komisi III DPR RI/Wakil MPR RI), Prof. Dr. Markus Priyo, S.H.,M.Hum., (Guru Besar Hukum UGM), dan Prof. Dr. M. Amin Suma, S.H.,MA., (Guru Besar Hukum Pidana Islam UIN Syarif Hidayatullah) serta moderator oleh Erfandi, S.H.,M.H., (tenaga ahli DPR RI Fraksi PPP).

Dalam mengantar giat seminar tersebut, Edward Omar Sharief (Wamen Hukum dan HAM RI) menyoroti dua hal seperti proses KUHP dan substansinya.

“Beredar di tengah masyarakat bahwa pengesahan KUHP dilakukan terburu-buru tanpa melibatkan publik. Ini tidak benar,” ujarnya menegaskan.

Bahkan Sharief mengungkapkan bahwa pengesahan KUHP telah melewati beragam proses, seperti dari segi waktu, undang-undang ini sudah dimulai dari tahun 1958 hingga 2022 kemudian dilakukan pengesahan.

“Demikian pula, materi yang diproses oleh DPR RI tersebut diperoleh dari masukan-masukan masyarakat,” katanya lagi.

Hal kedua, dikatakan dari substansi KUHP adalah salah satunya pasal kesusilaan adalah adanya laporan dari keluarganya.

“Misalnya, perselingkuhan dilaporkan oleh pasangan dalam keluarga,” katanya menjelaskan substansi KUHP tersebut.

Menyikapi penjelasan Wamenhukham, Wakil MPR RI, H. Arsul Sani, menunjukkan sikap senada terkait substansi KUHP yang telah disahkan.

“Dalam membuat undang-undang dalam masyarakat yang multikultural bukanlah pekerjaan mudah, semudah membalikkan telapak tangan,” katanya serius.

Melengkapi penjelasan Wakil Ketua MPR, Markus Priyo lebih melihatnya sebagai residu yang menampung berbagai kepentingan yang diakomodir dari berbagai masyarakat yang multi etnis.

“Oleh sebab itu, kita harus berpegangan kepada prinsip keseimbangan,” terangnya.

Dalam penjelasan tentang prinsip keseimbangan kepentingan korban dan pelaku, kepentingan individu dan kepentingan umum.

“Sehingga kita akan melihat aplikasi dari undang-undang tersebut terakomodasi secara berimbang,” katanya lagi.

Fakta pengesahan KUHP oleh DPR RI dan Pemerintah, tidak bisa dibatalkan begitu saja. Sehingga, proses pengesahan tersebut sangatlah hati-hati dan tidak serampangan.

Dengan pengesahan KUHP tersebut Guru Besar UI Syarif Hidayatullah, M. Amin Suma justru merasakan kebahagiaan atas pengesahan KUHP tersebut.

“Pengesahan KUHP perlu disosialisasikan dan diwujudkan sebagai komitmen bersama anak bangsa lainnya,” katanya.

Namun demikian, KUHP dalam sudut pandang Islam, seperti hukum pidana zina terdapat satu pasal empat ayat saja.

“Contohnya, pada hukum di Aceh ada hukum cambuk bagi orang yang melakukan zina, namun, tidak harus dilakukan di depan publik atau umum,” ujarnya mencontoh hukum cambuk di Aceh.

Esensinya Amin mengatakan bahwa hukuman tersebut hanyalah untuk membuatnya jera. Bukan dipermalukan di depan publik seolah sebagai ajang balas dendam.

“Demikian pula tindakan pidana atau perdata jangan terburu-buru diberlakukan melainkan dibina sebanyak tiga kali sehingga ada perubahan dalam sikapnya,” ujarnya menutup penyampaian materinya.

Reporter: Denny Zakhirsyah

Editor: Khoirul Anam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *