DaerahFEATUREDNewsTOP STORIES

Terkait Toa Masjid, Waketum MUI: MUI Tidak Bisa semena-mena Keluarkan Fatwa

Foto: Dr. K.H. Marsudi Syuhud (Sumber: bpkh.go.id)

Jakarta, MZK News – Pengaturan “toa azan” berujung pada polemik pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang memberikan penjelasan terkait aturan itu. Pernyataan Yaqut yang menjelaskan pengaturan volume suara azan di masjid atau musala dan terkait dengan gonggongan anjing menuai protes aksi massa dari kelompok PA 212.

PA 212 mendesak terhadap Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk segera mengeluarkan fatwa terkait pernyataan Yaqut yang mengaitkan aturan pengeras suara mesjid itu dengan suara gonggongan anjing.

“Kami minta fatwa dari MUI. Kami datang dialog dengan MUI supaya bisa mengeluarkan fatwa. Kalau fatwa MUI menyatakan ini penodaan agama maka kami akan menggunakan itu untuk memproses dan memenjarakan Yaqut. Polisi harus menerima laporan itu. Kalau soal itu terbukti atau tidak terbukti itu urusan pengadilan,” kata Ustad Slamet, Ketua Umum PA 212 pada 06 Maret 2022 dikutip dari acara #Safari24 Total Politik

Menanggapi desakan dari PA 212 tersebut, ditempat yang sama K.H. Marsyudi Syuhud mengatakan permintaan PA 212 yang disampaikan ke MUI itu nanti akan dibahas oleh banyak pihak dan dimusyawarahkan. Jadi MUI tidak bisa semena-mena mengeluarkan fatwa.

“Itu nanti yang bahas akan banyak pakar, pemikir, ahli yang melihat konten persoalan itu apakah akan masuk penodaan agama atau bukan pernyataan Yaqut. Nanti akan dibahas dan dimusyawarahkan. Jadi fatwa itu ga ujug-ujug,” ujar Marsudi.

Marsudi melihat pengaturan pengeras suara azan ini sebenarnya diterima oleh sebagian masyarakat. Namun, dalam konteks menyampaikan penjelasan itu menggunakan bahasa yang ternyata memicu kesalahpahaman.

“Konteks Pak Menteri (Yaqut) menjelaskan kebijakannya yaitu mengatur bukan melarang. Kemudian ketika itu menjelaskan itu ada hal-hal yang perasaan bahasa itu dimaknai tidak sama dengan yang ngomong dan orang yang mendengarkan artinya bahasa itu tidak nyambung,” ujarnya.

Menanggapi polemik pernyataan Yaqut, Marsudi menilai hukum yang mengatur salah dan benar sesuai dengan fakta. Namun, di atas hukum itu juga ada kebijaksanaan.

“Di atasnya hukum, ada wisdom, moral, ahlak. Fakta itu adalah pegangan hukum. Saya menganalogikan orang pincang. Sudah ngerti orang itu pincang, itu fakta, ya jangan dipanggil pincang. Itulah wisdom. Itu di atas hukum. Maka biar ga buang-buang power, tenaga, yang maslahatnya sama-sama memberi maaf,” kata Marsudi, seperti dikutip dari rilis media

Safari24 Total Politik* dengan tema “Polemik Toa Mesjid Tuai Aksi Berjilid-jilid” pada 6 Maret 2022 di Bangi Kopi Pasar Minggu, Jakarta Selatan

Reporter: Budhi Haryadi

Editor: Martha Syaflina

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *