PDI Perjuangan Patuh Terhadap Konstitusi Terkait Usulan Perpanjangan Jabatan Presiden
Foto: Masinton Pasaribu (Foto: Ist) http://komeringonline.com
Jakarta, MZKNews – Usulan perpanjangan masa jabatan Presiden kembali mencuat setelah beberapa ketua partai politik mengeluarkan pernyataan terkait hal tersebut, yang akhirnya bermuara pada perpanjangan masa jabatan Presiden.
Banyak pihak dalam hal ini menolak usulan tersebut. Politikus PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu dengan tegas menyatakan sikap partainya menolak perpanjangan masa jabatan menjadi 3 periode.
“Sikap PDI Perjuangan yang disampaikan dalam pembekalan Bu Mega menekankan pada komitmen bernegara, patuh pada konsitusi ini. Itu tidak bisa ditawar. Prinsip PDI Perjuangan menolak perpanjangan masa jabatan presiden menjadi 3 periode,” ujar Masinton dalam diskusi #Safari24 Total Politik dengan tema *Usulan Jabatan Presiden Diperpanjang, Bagaimana Nasib Kepala Daerah?” pada hari Minggu, 27 Februari 2022 di Bangi Kopi, Pasar Minggu, Jakarta Selatan yang dilansir dari rilis media Total Politik.
Apabila masa jabatan presiden sampai tiga periode benar terwujud, maka akan ada potensi risiko besar yang akan dihadapi oleh bangsa Indonesia. Hal ini dikarenakan, semakin lama suatu kekuasaan, maka potensi kekuasaan yang absolut bisa menjadi kenyataan di negeri ini. Terkait usulan penundaan Pemilu, Masinton mengaku, PDI Perjuangan belum mengeluarkan sikap resmi secara kelembagaan. Tapi Sekjen PDI Perjuangan, kata Masinton, sudah menyampaikan partainya berkomitmen untuk patuh terhadap kontitusi.
Masinton menghargai usulan tersebut. Namun, dia menekankan usulan penundaan pemilu harus dilandasi pada konteks kebangsaan.
“Kita harus hindari jangan lagi ada kekuasaan yang absolut, tidak terbatas, karena kita masih menganut negara hukum. Kita harus saklek di situ. Usulan ini kita hargai sebagai usulan. Tapi tidak sekadar argumentasi politik,” kata dia.
Kalau penundaan pemilihan presiden terjadi, menurut Masinton, akan berdampak terhadap pelaksanaan pemilihan legislatif yang harus dilakukan bersamaan. Karena tidak mungkin terjadi kekosongan lembaga legislatif.
“Pilpres, pileg itu satu kesatuan berbarengan pelaksanaannya. Kalau presiden berakhir 2024 maka secara bersamaan legislatif harus berbarengan. Kan ga mungkin legislatifnya kosong,” ujar dia.
Masinton mengatakan sebenarnya penundaan pemilu memiliki preseden dalam konteks ketatanegaraan Indonesia. Pada masa Soeharto jadi presiden melalui Supersemar, dengan alasan stabilitas ekonomi dan politik, memundurkan Pemilu 1968 menjadi 1971. Kemudian pada saat B.J. Habibie mendapatkan mosi tidak percaya dari parlemen, Pemilu yang seharusnya dilaksanakan pada 2002 dimajukan menjadi 1999.
“Menunda dan memajukan Pemilu itu bukan hal yang baru dalam konteks ketatanegaraan kita,” kata Masinton.
Reporter: Budhi Haryadi
Editor: Khoirul Anam