DaerahNewsTOP STORIES

Dibalik Dana Pokir, Ada Praktek Penyimpangan

Foto: Direktur LAMSIDA NTB, Ilham Yahyu (Foto: Ist)

Mataram, MZK News – Lembaga Advokasi Masyarakat Sipil Daerah (LAMSIDA) NTB menyatakan dibalik dana pokok- pokok pikiran DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun 2019, 2020, dan 2021, ada dugaan penyimpangan.

“Kami menemukan sejumlah kejanggalan patut diduga terjadi penyimpangan dalam pelaksanaannya dana sekitar 3 miliar per tahun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi NTB itu,” ungkap Direktur LAMSIDA, Ilham Yahyu saat dikonfirmasi via WhatsAppnya, Jumat (11/2/2022) siang.

Ilham menyebut, dugaan tersebut muncul karena tidak adanya keterbukaan atas besaran dana pokir dengan rincian berapa untuk pimpinan, berapa untuk wakil pimpinan, dan berapa untuk masing-masing anggota DPRD itu.

“Semuanya itu tidak ada keterbukaan sesuai perintah konstitusi negara (UU KIP),” sebut Ilham.

Dia pertanyakan, apakah pembagian proporsional, atau ada mafia yang menjadi bandar dari alokasi dana pokir tersebut? Yang kini menjadi pembahasan banyak pihak,

“Ya, silakan publikasikan besaran anggaran untuk unsur pimpinan dan anggota dewan melalui APBD per tahun anggaran kami maksudkan itu,” tutup Ilham.

Seorang Aktifis asal Desa Bolo, Kec Madapangga, Kabupaten Bima, Syamsurizal menyorot terkait jual beli paket proyek lewat alokasi dana pokir tersebut.

Menurut dia, praktek mafia jual beli paket melalui uang negara tersebut terjadi sejak dulu hingga sekarang.

“Ya, masalah itu kini menjadi pembahasan untuk diungkap secara terang – benderang,” kata Rizal.

Rizal menjelaskan, adanya jual- beli dana pokir menyebabkan cepat rusaknya proyek, atau pekerjaan tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.

“Ya, itu jelas karena anggaran yang disediakan telah disunat belasan persen oleh oknum anggota dewan melalui kaki tangannya,” jelasnya.

Dia menambahkan, praktek jual-beli dana pokir ini jelas merugikan negara dan mengorbankan masyarakat banyak.

“Ya, prakteknya tentu berpotensi melanggar hukum dan dapat pidana,” pungkas pria mantan Nara Pidana 7 bulan di Lapas Bima atas kasus ujaran kebencian (“UU ITE”) dilaporkan Muhammad Putra Ferryandi kala itu.

Sementara itu, Humas DPRD Prov NTB dicoba dikonfirmasi via WhatsAppnya belum berhasil.

Chat dilayangkan belum terbaca hingga berita ini diterbitkan.

Reporter: Muhtar Habe

Editor: Khoirul Anam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *