DaerahNewsTOP STORIES

STIHMA Gelar Klinis Hukum bersama Eka Putra Zakran

Kisaran, MZK News – Eka Putra Zakran, SH., MH., atau akrab disapa Epza, Kepala Divisi Informasi dan Komunikasi KAUM menjadi pembicara dalam kegiatan Klinis Hukum yang dilselenggarakan oleh Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Muhammadiyah Asahan (STIHMA) pada Sabtu (27/11).

Kehadiran Epza bersama Advokat Iskandar Chaniago, SH., ke Kisaran disambut hangat oleh Murniati, SP., M.Pd., Wakil Ketua Bidang Kemahiswaan dan Syafrizal, SH., MH Kepala LPPM di Kampis STIHMA Kisaran.

Mengawali ceramahnya, Epza menyampaikan terima kasih telah mengundang dirinya untuk menjadi narasumber dengan materi “Peran Lembaga Bantuan Hukum dalam Peradilan Pidana Menurut Hukum Acara Pidana”.

“Bantuan hukum menurut Pasal 1 ayat (1) UU No. 16 Tahun 2011 adalah jasa hukum yang diberikan oleh pemberi bantuan hukum secara cuma-cuma. Ayat (2) Pemberian bantuan hukum dilakukan oleh lembaga bantuan hukum dan organisasi yang memberikan layanan bantuan hukum berdasarkan UU ini,” kata Epza.

Selanjutnya menurut Epza, program pemberian bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu telah ada sejak tahun 1980-an hingga sekarang. Sebab itu pemberian bantuan hukum perlu terus ditingkatkan intensitasnya dari tahun ke tahun.

Arah kebijaksanaan dari program bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu, disamping memberdayakan keberadaan dan kesamaan hukum bagi seluruh lapisan masyarakat juga bertujuan untuk menggugah kesadaran dan kepatuhan hukum masyarakat, yaitu melalui penggunaan hak yang disediakan oleh negara dalam hal membela kepentingan hukumnya di depan pengadilan.

Bantuan hukum merupakan suatu konsep jawaban terhadap adanya kebutuhan masyarakat atas adanya adagium “hukum tajam ke bawah tapi tumpul ke atas”.

“Jadi keberadaan UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum tidak lepas dari agenda reformasi hukum yang memberikan hak bagi warga negaranya untuk mendapatkan keadilan (acces to jistice) dan hak mendapatkan peradilan yang adil dan tidak memihak (fair trial),” ujarnya.

Sebab itu UU No. 16 Tahun 2011 ini menjadi payung hukum bagi lembaga-lembaga bantuan hukum untuk dapat lebih bergerak bebas dan leluasa, tapi tetap dalam koridor hukum dalam memberikan bantuan hukum baik secara litigasi maupun non ligigasi, khususnya bagi masyarakat marginal atau yang tergolong tidak mampu.

Nah, peran Lembaga Bantuan Hukum (LBH) ini memiliki andil yang besar dalam acces to justice, sehingga tidak hanya sebatas menumbuhkan harapan baru di dalam dunia peradilan tetapi juga menjadi bukti nyata akan keadilan yang sama bagi siapa pun dimata hukum.

“Sekarang ini kan banyak LBH bermunculan, misalnya LBH Medan, LBH Pers, LBH Apik, atau mungkin saja ada LBH Kisara. Harapan kita para pembela hujum yang beradi di LBH tersebut dapat berontegritas dan bekerja kredibel dan profesinal, walaupun memberi bantuan hukum secara cuma-cuma tapi tidak mudah tergiur pada iming-iming tertentu,” kata Epza yang disampaikan dihadapan puluhan mahasiswa Fakultas Hukum STIHMA.

Dalam UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, khususnya Pasal 56 ayat (1) menyatakan: Dalam hal tersangka atau terdakwa melakukan tindak pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasehat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada setiap tingkatan pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasehat hukum bagi mereka. Sedangkan menurut ketentuan Pasal 56 ayat (2) dikatakan: Setiap penasehat hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud pada Pasal (1), memberikan bantuan hukum dengan cuma-cuma.

Reporter: S Erfan Nurali

Editor: Khoirul Anam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *