Kami (bukan) Tinta Berdasi Part#3
Oleh: Martha Syaflina el-Kutuby
Dia Siapa?
“Duh!” Rara mengeluh kesakitan.
“Maaf, Mbak,” balas seorang laki-laki yang tak sengaja menabraknya di trotoar jalan.
Mata Rara memandang tak acuh kepada laki-laki itu. Dia sibuk membersihkan celana berbahan dasar hitam. Sepatu hak tinggi khas kantoran juga terlihat kotor. Wajahnya berkerut tanda menahan sakit habis terjatuh. Dia mengambil ransel cokelatnya yang turun akibat senggolan laki-laki tadi.
Selesai membereskan dan merapikan kembali pakaiannya, Rara berdiri pelan-pelan. Mencoba melangkahkan kakinya yang terluka. Sedikit lecet di belakang telapak kakinya. Laki-laki itu mencoba mengulurkan tangannya untuk membatu. Namun, ditolak Rara. Dia meminta laki-laki itu pergi saja.
Rara kembali melanjutkan perjalanannya menuju MMI News. Hari ini ada tes wartawan di sana. Dia hampir tiba di depan gedung MMI News. Mata liarnya melirik ke kiri dan ke kanan. Sekilas dia takjub dengan gedung itu.
Sejenak, Rara kembali teringat dengan impiannya yang dikatakannya kepada Rafles –ayahnya– dulu. Wajahnya berbinar-binar. Ada ukiran manis di bibirnya. Setelah memasuki lobi gedung megah itu, dia melipir ke depan pos resepsionis dengan wajah bahagia. Kali ini dia benar-benar melupakan rasa sakitnya.
Seseorang yang berpakaian putih lengkap dengan celana dongker tampak menghampir Rara yang celingak-celinguk memasuki lobi hendak menaiki lift. Dengan wajah bingung, Rara berdiri di depan sensor menuju depan lift. Satpam menyapanya.
“Halo, Mbak! Mau kemana?”
“Eh, iya, Pak. Mau ke ruang tes wartawan,” kata Rara sedikit malu dan membungkukkan badannya.
Satpam berwajah putih, tinggi, dan berambut rapi itu mengarahkan Rara ke ruangan tes wartawan. Tangannya menunjuk ke samping kiri dan kanan. Kepalanya juga mengikuti arahan tangannya. Rara mengangguk-anggukkan kepalanya tanda paham.
Dengan langkah tegap, Rara melewati sensor masuk menuju lift. Satpam tadi memberikan kartu tanda pengunjung masuk. Tanpa banyak bicara lagi, Rara merapikan kerudungnya dan memasuki lift beserta beberapa karyawan MMI News lainnya.
Gedung dua puluh dua lantai itu sudah lama sekali berdiri. Rafles sudah bekerja di sana selama dua puluh tahun. Sejak Rara berumur lima tahun.
Ruang tes Rara di lantai dua puluh. Ruangan khusus pelatihan dan pembinaan wartawan MMI News. Berhadapan dengan ruangan kumpul redaktur.
Rara sudah kali kedua untuk memasuki gedung itu. Dulu, tidak sebagus ini. Masih sederhana dan belum banyak lantai. Itu pun dia masih kecil. Gedung MMI News sudah mengalami empat kali renovasi sejak dia dibawa Rafles ke sana.
Selama ini, Rara belajar di Jepang karena ada beasiswa pemerintah Jepang. Selama empat tahun di sana, dia tak pernah tahu dan tidak pernah update lagi bagaimana perkembangan MMI News. Hanya saja, dia selalu membaca berita dari MMI News. Terutama berita yang ditulis ayahnya.
Rara kuliah program studi Ilmu Komunikasi di Jepang. Dia memang sengaja mengikuti kuliah itu demi impiannya untuk bisa seperti ayahnya. Buatnya, tampil di televisi lalu membacakan berita itu menimbulkan sebuah kebanggaan tersendiri.
“Kamu peserta tes, ‘kan?”
“Iya. Kamu?”
“Aku juga. Ini ruangannya. Masuk, yuk!”
Seorang perempuan berkacamata bulat menyapa Rara dari belakang. Dengan sigap, Rara menoleh ke belakang dan dia membalas pertanyaannya.
“Aku Indah,” Indah mengulurkan tangannya.
“Oh, ya. Aku Rara. Salam kenal.”
Indah membalas dengan senyuman sembari menganggukkan kepalanya. Indah memang memiliki sikap dingin ketika baru bertemu dengan teman baru. Aslinya, dia baik dan suka bercanda. Rara menjadi salah tingkah dengan sikap Indah. Dia merasa bingung harus berbicara apa dengan Indah. Indah hanya berlalu memasuki ruangan tes tanpa bicara lagi padanya.
Tak lama, Rara mencoba cuek dengan sikap Indah. Dia mengikuti Indah dari belakang. Matanya tak bisa diam. Selalu saja dia melihat-lihat sekitarnya. Walau tak satu pun yang dikenalnya. Tetap dia membaca suasana saat itu.
Tidak hanya Rara dan Indah yang menjadi peserta saat itu. Ada sekitar lima puluh orang peserta yang lulus administrasi dipanggil tes lanjutan di MMI News.
Terlihat sekelompok orang yang bercengkrama menyiapkan diri. Mereka saling bertukar pikiran. Di sudut ruangan lainnya, ada beberapa orang yang menyendiri dengan ponselnya sambil membaca berita di MMI News.
Rara kembali melihat Indah. Dia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Indah terus bersantai dengan headset di telinganya. Buatnya, tes ini hanyalah tes biasa. Jadi, dia hanya mendengar musik kesukaannya.
Hanya berselang beberapa menit ketia Rara menghampiri Indah. Mereka semua yang ada di ruangan itu bergegas merapikan diri masing-masing. Semuanya berdiri. Wajah mereka tegang. Ada penguji yang masuk tiga orang.
Indah dengan cepat melepaskan headsetnya. Lalu, berbaris mengikuti Rara. Rara juga merapikan pakaian depan bagian bawahnya yang sedikit kusut. Setelah selesai, dia mengalihkan pandangannya ke depan.
Matanya dikucek-kucek dengan cepat. Pipinya juga dicubit. Indah kebingungan melihatnya dari belakang.
“Kenapa?”
“Itu …?” Rara menunjuk ke depan.
“Siapa?”
“Dia …?”
***