Utamakan Tidak Ghibah dan Fitnah Buat Berita Setelah Unsur 5W + 1H
Anda seorang pemimpin redaksi, redaktur, wartawan di media cetak, tv, radio, dan online, berarti anda mempunyai sebutan seorang tokoh pers, ahli pers, penguji UKW atau telah mendapat predikat wartawan utama, madya, muda.
Dimanapun anda berada, pada 34 Provinsi dan 514 Kabupaten/Kota di Indonesia, tentu kita sepakat dalam menyusun berita tidak boleh meninggalkan unsur 5 W + 1 H (Apa, Siapa, Kapan, Mengapa, Dimana dan Bagaimana). Namun dalam kenyataanya, bila kita kaji lebih mendalam, itu tidak cukup dengan 5 W + 1 H dalam membuat karya jurnalistik, dan ada yang lebih utama, bahkan sangat penting bagi kita, yaitu tidak ada ghibah dan fitnah, jika kita akan menayangkan sebuah berita kejahatan, yang pernah dilakukan seseorang.
Dan bila ghibah dan fitnah menyertai berita kita dalam bentuk apapun jenis kejahatannya, bahkan menjadi trending topik berita tersebut, maka yang ada bukanlah membawa pahala, melainkan menambah dosa, demi dosa kita tabung.
Contoh konkritnya:
Sebut saja si Fulan, suatu ketika si Fulan pernah di penjara kasus kriminal (pembunuhan, pemerkosaan, perampokan, penipuan, korupsi, dan pencurian), dia divonis selama 2 tahun penjara dan telah dijalaninya. Lalu si Fulan keluar dari penjara dan telah kembali lagi ke masyarakat sekitar 5 tahun, dan dalam kurun waktu lima tahun itu, dia tidak pernah berhubungan dengan kejahatan lagi. Dan memasuki tahun ke 6, penyakit si Fulan kambuh lagi, yang semula kasus kriminal pencurian dsb, kemudian beralih ke kasus penyalahgunaan obat terlarang. Informasi berita yang muncul, mulai dari media sosial sampai pada pemberitaan berbagai jenis bentuk media, tindak kriminal yang dilakukan si Fulan.
Nah, dari contoh di atas, apa yang menyebabkan terjadinya ghibah? Padahal si Fulan telah menjalani hukuman akibat perbuatannya yaitu mencuri yang disertai dengan kekerasan dengan vonis 2 tahun penjara. Berarti tindakan si Fulan sudah impas, karena telah menjalani hukumannya. Namun, biasanya dalam berita tersebut, diungkap kejadian kriminal yang pernah dilakukan si Fulan sebelumnya, padahal sebenarnya cukup data dan fakta tindak kriminal terbaru si Fulan. Dalam isi berita tersebut, secara langsung kita menjelek-jelekan si Fulan, meski dia berbuat tindak kriminal lagi, dengan kasus yang berbeda dari sebelumnya.
Kondisi si Fulan bisa kian parah ketika dia masuk keluar penjara 3 kali, lalu selama 10 tahun dia tidak pernah berhubungan dengan kejahatan, kemudian pada tahun ke-11, dia kambuh lagi dan melakukan kejahatan yang berbeda dari sebelumnya, kita bisa memuat perjalanan kriminalitasnya padahal sudah di tebus dengan kurungan penjara.
Di dalam Al-Qur’an, Surat 49, Al-Hujurat, Ayat 12 , tentang ghibah Allah berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian orang lain. Apakah diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat, lagi Maha Penyayang.”
Selanjutnya, jika kita tidak pernah mengikuti tindak kriminal si Fulan sampai pada pengadilan hingga jatuhnya vonis, kita hanya mengikuti literasi berbagai media, padahal belum tentu jatuhnya vonis itu benar, banyak kejadian yang sebenarnya yang divonis merasa jadi korban dan merasa benar tapi apa daya, kita tidak tahu kejadian sesungguhya, akhirnya bisa menjadi fitnah.
Mari kita buka Al-Qur’an surat 2, Al-Baqarah ayat 217,
“Fitnah lebih kejam daripada pembunuhan.”
Dan akhir tulisan ini mari kita baca surah 51, Adz-Dzariyat, ayat 56, yang berbunyi “Aku Tidak Menciptakan Jin dan Manusia, Melainkan Agar Mereka Beribadah Kepadaku.”
Semua karya jurnalistik pasti di minta pertanggungjawaban di Akherat kelak.
Penulis: Oleh: Drs. Agung Santoso (Ketua FKPRM (Forum Komunikasi Pemimpin Redaksi Media) Jatim)
Editor: Khoirul Anam