Penegakan Hukum di Negeri Para Tokoh Kian Terjal
Chris Gangga Lala pari
Opini Geopolitik – jurnalis
Sijunjung, Sumatra Barat, kerap dibanggakan sebagai “negeri para tokoh”. Dari rahim tanah ini lahir guru bangsa Prof. Dr. Ahmad Syafii Maarif, politisi vokal Andre Rosiade, para akademisi berkelas nasional seperti Prof. Novesar Jamarun dan Prof. Novirman Jamarun, hingga figur budaya Praz Teguh dan Rifky Balweel. Bahkan, nama Hasan Nasbi, konsultan politik yang kini berada dalam lingkar istana, juga berasal dari tanah ini. Namun di balik deretan nama besar itu, wajah kampung halaman mereka kini diselimuti luka ekologis dan kebuntuan hukum.
Di Nagari Tanjung Kaliang dan Air Amo, kerusakan hutan membentang luas. Laporan lapangan menyebut 700 hingga 1.000 hektare hutan negara telah digunduli, ratusan hektare diantaranya beralih fungsi menjadi kebun sawit. Kerugian negara begitu nyata, tetapi aparat penegak hukum seakan kehilangan daya, tak satu pun langkah berarti, tak satu pun tersangka ditetapkan, meski laporan resmi sudah masuk sejak 1 Juni 2023.
Rangkaian dugaan pelanggaran hukum pun panjang. Bermula dari pembelian hutan oleh Pemkab Sijunjung pada 2006 yang bekerja sama dengan PT Karbindo Internasional untuk melepaskan status Kawasan tanpa AMDAL dan HGU. Tahun 2022, lahan itu kembali dijual oleh oknum ninik mamak yang mengaku pemilik, padahal sudah berada dalam izin lokasi PT Karbindo seluas 6.799 hektare. Pada tahun yang sama, muncul pula rekomendasi SIPP-UHH bertanda tangan Sekda yang diduga palsu.
Seorang pengamat kehutanan, sebut saja A, mengonfirmasi mengetahui praktik ini, mulai dari pembelian lahan, penerbitan izin IUP-B, hingga deforestasi masif yang kini terjadi. Namun proses hukum tak kunjung bergerak. Yang lebih menyesakkan adalah diamnya para tokoh. Mereka yang dikenal lantang di panggung nasional, seolah kehilangan suara untuk kampung halaman. Jika Buya Syafii Maarif pernah berdiri tegak menentang ketidakadilan, kini jarang terdengar gema serupa dari putra-putri Sijunjung yang kini berada di lingkar kekuasaan.
Nama Andre Rosiade sering dielu-elukan karena berani menantang raksasa bisnis di Jakarta. Nama Hasan Nasbi pun harum sebagai konsultan politik yang masuk ke jantung istana. Namun, ketika hutan Sijunjung digerogoti mafia, mereka bungkam. Ketika tanah kelahiran berteriak minta keadilan, mereka memilih diam.
Penegakan hukum di negeri para tokoh kian terjal. Bukan hanya karena kompleksitas kasus, tetapi juga karena keberanian moral yang semakin langka. Apa artinya kursi legislatif, kedekatan dengan istana, atau sorotan kamera, bila Sijunjung tanah kelahiran seolah dianggap tak bernilai di mata para mafia.
Sejarah selalu menguji manusia bukan di panggung besar yang gemerlap, melainkan di tanah kelahiran yang paling sederhana Di situlah integritas ditakar dan kejujuran diuji. Dan kini, Rakyat berpesan sebagai putra daerah, Sijunjung jangan sampai terlihat seperti tak punya harga diri. Jangan biarkan tanah ini dikangkangi mafia yang bisa mengatur dan membeli hukum demi kenyamanan mereka.
Sijunjung butuh arah pembaharuan ,Butuh kepemimpinan yang matang, Butuh integritas yang terjaga di mata negara. Karena Sijunjung adalah tanah kelahiran para tokoh hebat, penerus bangsa. Dan jangan pernah biarkan sejarah menulis bahwa para tokoh itu gagal menjaga rumahnya sendiri.