PSU Sumbar dalam Sketsa Untung Rugi
Oleh: Alvin Gumelar Hanevi, S.Pd.
Pemungutan Suara Ulang (PSU) untuk memilih calon anggota DPD Provinsi Sumbar sudah terlaksana pada Sabtu (13/7) lalu. PSU kali ini tidak lepas dari hasil putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 03-03/PHPU.DPD-XXII/2024 yang memerintahkan KPU selaku termohon untuk melakukan PSU calon anggota DPD Provinsi Sumbar dengan mengikutsertakan pemohon Irman Gusman sebagai peserta.
Dalam PSU yang sudah dilaksanakan Minggu lalu menempatkan kembali sosok Irman Gusman ke kursi DPD RI. Berdasarkan hasil rekapitulasi KPU Sumbar, Irman Gusman berada diurutan keempat setelah Cerint Iralloza Tasya, Muslim M Yatim, dan Jelita Donal.
Dalam PSU kali ini, total menghabiskan anggaran sebesar 400 milliar. Banyak para pihak menyayangkan PSU kali ini terjadi karena hanya untuk menyelamatkan kepentingan satu pihak. Padahal dengan anggaran ratusan miliar tersebut seharusnya bisa dialokasikan untuk pendidikan dan kesehatan. Namun itulah hukum, yang perlu ditegakkan setinggi-tingginya dan seadil-adilnya.
Melihat untung rugi dalam PSU kali ini setidaknya terdapat beberapa keuntungan dari terselenggaranya PSU ini.
Pertama, membuktikan eksistensi hukum oleh MK masih terjaga. Terlepas dari putusan mengenai batas usia capres dan cawapres yang menimbulkan pro kontra, kehadiran putusan mengenai PSU ini membuktikan taji MK sebagai the guardian of constitution masih solid.
Kedua, konstitusional warga negara tetap dilindungi. Irman Gusman sebagai warga negara yang memiliki hak untuk dipilih bisa dilindungi secara konstitusional oleh MK melalui putusan yang memerintahkan KPU untuk melakukan PSU dengan mencantumkan nama Irman Gusman sebagai peserta.
Ketiga, para badan ad hoc dan ke bawahnya mendapatkan insentif dari pelaksanaan PSU. Ini menjadi kabar baik bagi para PPK, PPS, KPPS dan sebagainya.
Selain keuntungan diatas ternyata terdapat beberapa kerugian dari pelaksanaan PSU kali ini.
Pertama, memakan anggaran yang masif. Seperti yang disampaikan sebelumnya, pelaksanaan PSU menghabiskan total 400 miliar. Tentu, ini sangat disayangkan seharusnya dengan anggaran tersebut bisa digunakan untuk kebutuhan yang lainnya yang bersifat basic need bagi masyarakat.
Kedua, tingkat partisipasi masyarakat dalam memilih rendah. Hal ini terjadi karena waktu yang singkat sehingga sulit bagi calon anggota DPD untuk melakukan kampanye. Padahal sukses atau tidaknya penyelenggaraan pemilu dilihat dari tingkat partisipasi masyarakat.
Terakhir, merugikan salah satu calon anggota DPD yang berhasil memperoleh kursi dalam pemilu 14 Februari sebelumnya. Dalam hasil pemilu sebelumnya tanggal 14 Februari 2024 menempatkan Cerint, Emma, Jelita, dan Muslim sebagai calon anggota DPD terpilih, namun sudah dibatalkan oleh putusan MK yang memutuskan untuk melaksanakan PSU. Dalam hal ini merugikan para pihak yang sebelumnya sudah menang.