FEATUREDOpiniTOP STORIES

Penentuan Cawapres Bukan Sekedar Kekuatan Elektoral

(Sumber Foto: https://hukumonline.com).

Oleh: Alvin Gumelar Hanevi, S.Pd.

Beberapa hari ini pemberitaan mengenai penentuan calon wakil presiden yang akan berkontestasi pada Pilpres tahun depan kian gencar.

Beberapa koalisi sudah mengumumkan bakal calon wakil presiden seperti koalisi perubahan yaitu Nasdem, PKS, dan PKB mengusung Muhaimin Iskandar sebagai bakal calon wakil presiden mendampingi Anies Baswedan, kemudian dari koalisi Partai PDI-P, PPP, Hanura, dan Perindo mengusung Mahfud MD sebagai bakal calon wakil presiden yang akan mendampingi Ganjar Pranowo, sedangkan satu koalisi lagi dari koalisi Indonesia Maju (Gerindra, Golkar, PAN, Gelora, dan PBB) belum memutuskan nama bakal calon wakil presiden yang akan mendampingi bakal calon presiden Prabowo Subianto.

Beberapa lembaga survei seringkali menampilkan sosok/figur yang bakal menjadi kekuatan elektoral bagi masing-masing bakal calon presiden. Hampir mayoritas lembaga survei memprediksi sosok/figur yang memiliki keterkaitan atau berasal dari daerah Jawa Timur berpeluang memberikan efek elektoral bagi bakal calon wakil presiden.

Anies Baswedan misalnya menggaet Muhaimin Iskandar karena memiliki hubungan yang dekat dengan Nahdiyin (NU) dimana basis massanya berasal dari Jawa Timur, kemudian Ganjar yang berpasangan dengan Mahfud MD karena Mahfud dianggap sebagai representasi orang Jawa Timur dan juga sangat dekat dengan beberapa kiai di pondok pesantren yang ada di Jawa Timur.

Melihat dinamika diatas memang sangat menarik, masing masing koalisi mencari dan berusaha merebut suara orang-orang Jawa Timur yang memiliki tingkat populasi terbesar nomor dua setelah Jawa Barat.

Tidak ada yang salah dengan hal tersebut bahkan tidak ada aturan yang melarang, namun jika dilihat dari perspektif yang lebih luas Indonesia bukan sekedar Pulau Jawa saja. Oleh karena itu, penting mencari sosok/figur yang mempunyai kompetensi, kapasitas, dan integritas yang tinggi agar Indonesia ini ke depannya dikelola oleh para pemimpin yang mampu membawa Indonesia lebih baik. Bukan sekedar popularitas yang tinggi dan memiliki kekuatan elektoral yang harus dikedepankan.

Hal ini selalu saja terjadi, jika partai hanya mengedepankan sosok/figur dari elektabilitas dan basis wilayah maka ke depan sosok yang menjadi presiden dan wakil presiden adalah sosok yang hanya bekerja untuk wilayah asalnya sendiri, segala kebijakan hanya akan menguntungkan bagi satu wilayah saja karena kita memiliki pemimpin yang hanya sekedar memiliki popularitas dan elektabilitas tanpa memiliki kompetensi, kapasitas, dan integritas yang tinggi.

Terakhir, partai politik harus menjadikan pemilu ini sebagai sarana untuk memberikan kebermanfaatan bagi masyarakat, jangan karena hanya sekedar ingin menang kemudian memilih bakal calon wakil presiden yang hanya memiliki efek elektoral yang tinggi dan pelengkap kekurangan elektoral yang dimiliki oleh bakal calon presiden. Semoga partai politik bisa merefleksikan diri dan berbenah untuk berbuat bagi kepentingan masyarakat Indonesia bukan untuk kepentingan kelompok atau partai saja.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *