FEATUREDOpiniTOP STORIES

Editorial | Menjaga Hutan, Mengawal Komitmen Hukum di Sumatra Barat

Oleh: Gangga

Catatan Redaksi:
Tulisan ini merupakan perbaikan dan pemutakhiran dari berita sebelumnya, untuk menghadirkan informasi yang lebih berimbang dan berdasarkan fakta terkini. Redaksi menegaskan komitmen menjaga akurasi dan menghindari penyebutan yang tidak terverifikasi.

Isu peredaran kayu ilegal di Sumatra Barat kembali mengingatkan kita betapa pentingnya melindungi hutan sebagai penopang kehidupan. Laporan lapangan menunjukkan adanya aktivitas penebangan dan distribusi kayu yang perlu diawasi secara ketat agar tidak merugikan lingkungan dan masyarakat.

Kerusakan hutan bukan sekadar persoalan lokal. Ia membawa dampak luas, yaitu meningkatnya risiko banjir dan longsor, berkurangnya keanekaragaman hayati, serta terganggunya sumber mata pencaharian warga.

Setiap pohon yang hilang berarti berkurangnya daya tahan alam dalam menghadapi perubahan iklim.

Di sisi lain, aparat penegak hukum menegaskan komitmennya untuk menertibkan setiap aktivitas yang melanggar aturan di wilayah hukumnya. Patroli lapangan, kerja sama instansi lintas sektoral, dan langkah penegakan hukum disebut terus diperkuat.

Kehadiran aparat di lapangan diharapkan memberi rasa aman sekaligus menjadi pesan bahwa pelestarian lingkungan adalah tanggung jawab bersama.

Data terkini dari Satgas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) memperkuat upaya ini antara lain;
– Satgas PKH telah berhasil menguasai kembali sekitar 3.897,44 hektare kawasan hutan di Sumatra Barat sebagai bagian dari total penguasaan kembali lahan secara nasional per Juni 2025.

– Di Kabupaten Solok Selatan, Satgas PKH menertibkan lahan seluas 8.133 hektare, meliputi dua perusahaan yaitu PT IMF (~ 4.593 ha) dan PT BRM (~ 3.540 ha).

– Di Kabupaten Pasaman, Satgas PKH menyegel hampir 3.000 hektare lahan ilegal di kawasan hutan konservasi, seperti Cagar Alam Rimbo Panti dan Suaka Margasatwa Malampah Alahan Panjang.

– Satgas PKH juga menertibkan kawasan konservasi Suaka Margasatwa Tarusan Arau Hilir seluas 1.364 hectare di Kabupaten Solok.

Publik menantikan hasil nyata dari komitmen ini. Sudah terlalu sering kasus serupa berakhir tanpa kejelasan. Namun jika komitmen aparat penegak hukum diwujudkan dengan langkah tegas dan transparan, momentum ini bisa menjadi titik balik: menjaga hutan sekaligus membangun kepercayaan masyarakat bahwa hukum benar-benar berpihak pada kelestarian alam.

Komitmen nasional untuk keberlanjutan lingkungan sebagaimana tercantum dalam berbagai agenda pemerintah bukanlah retorika. Ia harus lahir dari tindakan konkret, sinergi aparat, dan kesadaran semua pihak. Hanya dengan cara itu Sumatra Barat dapat mempertahankan hutan sebagai warisan penting bagi generasi mendatang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *