Parenting Islami dan Psikologi Anak Usia Dini dalam Perspektif Adat dan Nilai Sosial
Oleh: Jhon Darmis (Mahasiswa Pascasarjana Hukum Keluarga Islam (HKI) UIN Mahmud Yunus Batusangkar)
Parenting Islami bukan sekadar pola asuh yang fokus pada kebutuhan fisik anak, tetapi sebuah proses pembentukan akhlak, emosi, dan karakter anak sejak dini.
Parenting dalam pengertian sederhana berarti cara orang tua mendidik, membimbing, dan membentuk kepribadian anak dari lahir hingga dewasa. Dalam Islam, anak adalah amanah dari Allah sekaligus ujian, sehingga orang tua dituntut menghadirkan kasih sayang, doa, keteladanan, disiplin, dan lingkungan yang penuh nilai.
Hal ini sejalan dengan psikologi modern. Baumrind (1991) misalnya, menegaskan bahwa interaksi orang tua baik dalam berbicara, menegur, atau mendukung anak membekas kuat dalam perkembangan emosi dan kepribadian mereka.
Imam al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menekankan pentingnya pendidikan akhlak melalui penyucian jiwa, tawakkal, ikhlas, solidaritas, cinta ilmu, kejujuran, kesederhanaan, kesabaran, syukur, dan kelembutan.
Nilai-nilai ini ternyata sejalan dengan temuan psikologi modern. Piaget menjelaskan bahwa bermain adalah media belajar alami anak, sementara Bowlby dalam teori attachment menegaskan bahwa kedekatan emosional dengan orang tua menentukan kesehatan mental anak di masa depan.
Maka, parenting Islami sebenarnya telah lebih dulu memberi landasan yang kokoh, yang bila dipadukan dengan ilmu psikologi modern akan melahirkan anak yang cerdas secara intelektual, sehat secara emosional, dan mulia dalam akhlak.
Menariknya, nilai parenting Islami juga selaras dengan sumbang aturan etika dalam adat Minangkabau yang mengatur perilaku sehari-hari, mulai dari cara duduk, berdiri, berjalan, berbicara, hingga berpakaian. Misalnya, sumbang kato menekankan pentingnya berbicara dengan lembut dan sopan, yang sangat dekat dengan prinsip Islam tentang qaulan layyinan (perkataan yang lembut) dalam mendidik anak.
Sumbang caliak mengajarkan kesopanan dalam memandang, yang sejalan dengan ajaran Islam menjaga pandangan sebagai bagian dari pendidikan akhlak. Begitu juga sumbang makan menekankan adab dalam menyantap makanan, selaras dengan sunnah Nabi yang mengajarkan etika makan bersama anak agar terbentuk karakter disiplin dan kebersamaan.
Dari sini dapat dilihat bahwa parenting Islami, psikologi modern, dan adat lokal sebenarnya memiliki titik temu yang sama yaitu membentuk manusia yang berakhlak mulia, sehat lahir batin, serta mampu menjaga keharmonisan sosial. Adat tidak bertentangan dengan agama, bahkan bisa menjadi media memperkuat nilai parenting Islami yang berorientasi pada keselamatan dunia dan akhirat.
Maka, dalam praktik sehari-hari, mendidik anak bukan hanya tugas keluarga inti, tetapi juga menjadi tanggung jawab sosial, karena anak adalah generasi penerus yang akan menentukan arah masyarakat di masa depan.