FEATUREDNasionalNewsTOP STORIES

EDITORIAL | Skandal Hutan di Tanjung Kaliang: Dugaan Mafia dan Praktik Menipu Negara, Walhi Sumbar: Negara Tak Boleh Diam

Foto: Peta izin lokasi PT Karbindo Internasional (dok. mzknews)

Dari PT Karbindo Internasional Sampai ke Tangan Mafia Tanah

Sijunjung, MZK News – Pemalakan Hutan Tanjung Kaliang dan jejak kongkalikong Kekuasaan Tanjung Kaliang, Sijunjung di tengah bentang alam Nagari Tanjung Kaliang yang dulu lestari dan menjadi paru-paru Kecamatan Kamang Baru, kini terbentang lahan gundul yang luas yang akan menjelma menjadi Perkebunan sawit tanpa izin.

Investigasi mzknews.co mengungkap dugaan skenario terstruktur sistematis dan masif, pembabatan hutan yang memunculkan nama perusahaan besar, pemerintah daerah, dan jaringan mafia tanah. Semua berawal dari balik konflik lahan penggundulan hutan yang akan disulap menjadi perkebunan sawit.

PT Karbindo Internasional: Izin Perkebunan, Tapi Minim Kewajiban Lingkungan

Meski disangkutpautkan dengan pembebasan kawasan hutan yang ada di Tanjung Kaliang, Kecamatan Kamang Baru, Kabupaten Sijunjung, data resmi menyebutkan bahwa PT Karbindo Internasional hanya bergerak di bidang perkebunan. Perusahaan ini telah mengantongi izin lokasi seluas 6.799 hektare, sebagaimana tertuang dalam Keputusan Bupati Sijunjung Nomor 188.45/459/PTSP/BLHPMT-2014 tanggal 18 Juli 2014.

(Foto Ilustrasi)
(Foto Ilustrasi)

Lokasi tersebar di Nagari Kamang, Maloro, Air Amo, dan Tanjung Kaliang. Namun dari 6.799 Hektare lahan, juga terdapat aset milik pemda sebanyak 1200 hektar yang juga dibebaskan oleh Karbindo Internasional dan diduga melakukan kerja sama bersama Pemda Kab. Sijunjung.

Namun menurut Ramli, pejabat dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kabupaten Sijunjung, hingga saat ini PT Karbindo Internasional belum menyerahkan atau melihatkan dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) maupun dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) ke instansinya.

“Sampai sekarang belum ada UKL-UPL atau Amdal yang diserahkan atau dilihatkan kepada kami oleh PT Karbindo Internasional. Bahkan HGU atas lahan itu juga belum ada melihatkan dan menyerahkan ke kami PTSP Sijunjung,’’ tegas Ramli (22/5).

Pernyataan ini memperkuat dugaan bahwa aktivitas pembukaan lahan yang terjadi di lapangan berjalan tanpa dasar kelayakan lingkungan dan tanpa kepemilikan hukum atas tanah (HGU), yang semestinya menjadi syarat mutlak dalam usaha perkebunan skala besar.

Kuasai Aset Negara: Plasma Nutfah dan Aset Pemkab Sijunjung

PT Karbindo juga menguasai aset daerah dalam izin lokasi lahan Plasma Nutfah milik Pemda Sijunjung. Meskipun surat resmi dari Dinas Tanaman Pangan tahun 2015 meminta tidak melakukan kerja sama dengan PT Karbindo, nyatanya hingga kini lahan tersebut tetap masuk dalam izin lokasi Karbindo.

Foto: Lahan Aset Plasma Nutfah (dok. mzknews.co)
Foto: Lahan Aset Plasma Nutfah (dok. mzknews.co)

Di lain hal dalam Surat Dinas Tanaman Pangan No. 521.4/02/BUN/VI/2015 dengan tegas menyatakan bahwa lahan Plasma Nutfah tidak tercatat dalam SIMAK-BMN Ditjenbun Kementan, tidak dapat dijadikan objek kerja sama. Namun, hingga kini lahan tersebut tetap masuk dalam izin lokasi PT Karbindo Internasional dalam bentuk peta izin lokasi.

Celah dari HPK PT Karbindo Internasional ke Mafia Hutan

Melalui proses pelepasan kawasan hutan produksi konversi (HPK), perusahaan membuka jalan bagi sekelompok orang untuk melakukan pembukaan lahan besar-besaran. Celah ini dimanfaatkan pihak-pihak tak bertanggung jawab untuk melakukan pembalakan liar dan penjualan tanah tanpa dasar legal yang kuat.

Setelah lahan dibuka dan pohon-pohon hilang, dan tanah dialihkan ke pihak ketiga menggunakan Alas Hak, Klaim Adat, atau dokumen sporadik. Tim mzknews.co menemukan bahwa dugaan lahan ini kemudian beralih tangan ke nama perorangan yang telah disiapkan untuk pembuatan alas hak atas lahan tersebut.

Pengembang dan tokoh-tokoh lokal yang terafiliasi dengan jaringan mafia tanah, yang memanfaatkan lahan yang diduga terbengkalai dari perusahaan, kini tengah diselidiki oleh Kejaksaan Agung dan dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Sumbar.

Hal ini menjadi sangat krusial di mata Masyarakat dan sudah menjadi atensi nasional dugaan skandal dan Permainan janggal antara modus dan kelalaian yang menjadi pandangan orang banyak, serta adanya kekosongan hukum yang tak mengawal proses ketat tentang alih fungsi kawasan hutan dan penanaman sawit yang dikebut hingga saat ini.

Pembiaran Terstruktur dan Perlindungan Elite?

Meski kerusakan lingkungan terjadi di depan mata, Pemerintah Daerah Kabupaten Sijunjung nyaris tak mengambil tindakan tegas. Bahkan dinas terkait dan aparat penegak hukum yang ada di wilayah Kabupaten Sijunjung diam dan tutup mata seolah tak ada kejadian, bahkan disebut-sebut ada oknum jaksa yang diduga berperan penting dalam kasus ini.

Situasi ini mendorong turunnya Kejaksaan Agung dan dua Kejaksaan Tinggi Aspidsu Sumbar dan Aswas Kepulauan Riau untuk menyelidiki kasus tersebut dan kejadian ini mengindikasikan skala kasus yang semakin besar dan sensitive bahkan menjadi perhatian nasional tentang penegakan Hukum.

Dugaan Praktek Menipu Negara

Banyak kejanggalan dari skandal pembabatan hutan ini, mulai dari Tanda Tangan Palsu Sekda Kab. Sijunjung Zefnihan, juga pelaporan praktek pemalsuan Tanda Tangan Alas Hak yang diklaim palsu oleh ninik mamak setempat untuk pengeluaran izin sipuhh.

Dalam kepemilikan izin dan pengolahan lahan, terlihat dari peta perizinan PT Karbindo Internasional lah yang lebih berhak mengolah. Namun, pada kenyataan dalam peta izin lokasi terdapat tanah yang diduga milik pemda yang dilepaskan status kawasan hutannya oleh Karbindo dan masuk dalam izin lokasi. Di lain hal yang mengolah dan menggunduli hutan justru diduga pihak external dari perusahaan dan ada dugaan praktek jual beli lahan dari ninik mamak setempat kepada pihak lain.

WALHI Sumatra Barat Bersuara Keras

Menurut Wengki, Direktur Eksekutif WALHI Sumbar: Pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan seharusnya dilakukan secara tepat, berkelanjutan, dan mempertimbangkan fungsi ekologis, sosial, serta ekonomi. Prinsip utamanya adalah menjaga kebermanfaatan jangka panjang bagi generasi yang akan datang keadilan ekologis dan antar generasi.

Foto: Wengki Direktur Eksekutif Walhi Sumbar.
Foto: Wengki Direktur Eksekutif Walhi Sumbar.

Jika terjadi kerusakan hutan akibat pemanfaatan yang tidak sesuai dengan regulasi, maka dampaknya sangat serius. Bukan hanya kerugian ekologis dan sosial, tetapi juga akan memukul keadilan antar generasi.

Kejahatan lingkungan dampaknya sangat luar biasa dan umumnya dilakukan secara sistematis dan terorganisir. Inilah mengapa sangat sulit dibongkar tanpa kehadiran nyata dari negara. Kami mendesak penegak hukum mengusut aktor utamanya, bukan hanya masyarakat kecil.

Kami berharap Kejaksaan Agung dan kementerian terkait hadir secara aktif. Jika tidak ditangani, ini akan menjadi bencana ekologis dan sosial yang memperparah krisis iklim dan menjadi beban berat bagi negara.

(Editorial ini berdasarkan sumber dan data yang dihimpun oleh jurnalis yang bertugas di lapangan).

Reporter: Gangga

Editor: Khoirul Anam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *