Pejabat “Zonder” Rasa Malu
Foto: Ilustrasi (Sumber Foto: https://Ngopibareng.id)
Oleh: Alvin Gumelar Hanevi, S.Pd.
Beberapa hari belakangan ini masyarakat disuguhi dengan pemberitaan mengenai perilaku para pejabat publik yang tidak mengedepankan etika dan rasa malu.
Beberapa pejabat terkait tersandung berbagai problem, misal kasus yang menimpa Ketua Hakim MK Anwar Usman dan 8 hakim MK lainnya yang terbukti melakukan pelanggaran kode etik berat, padahal para hakim ini adalah garda terdepan dalam menegakkan keadilan dan kebenaran namun berprilaku bertentangan dengan keadilan dan kebenaran itu sendiri.
Kemudian kasus Ketua KPK Firli Bahuri yang diperiksa oleh kepolisian atas dugaan kasus pemerasan terhadap Mantan Menteri Pertanian SYL, padahal jabatan yang diembannya harus menjaga nilai kebaikan dan harus jauh dari hal-hal yang merusak citra KPK.
Terbaru, status tersangka yang melekat pada Wakil Menteri Hukum dan HAM Prof. Eddy O. Hiariej yang saat ini masih menjabat Wamenkumham namun masih menghadiri kegiatan seperti penganugerahan guru besar di UGM hal ini sangat ironis mengingat statusnya sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi.
Melihat fenomena di atas menarik untuk disimak bagaimana perilaku pejabat sekarang sangat jauh dari rasa malu. Padahal, rasa malu ini sangat penting untuk menjaga dan memelihara nilai-nilai kebaikan.
Sebagai seorang yang dipercaya dan diberi amanah oleh rakyat untuk menjalankan roda pemerintahan dengan baik sudah seharusnya para pejabat yang digaji oleh negara menjalankan tugasnya dengan baik dan jauh dari kegiatan yang mencederai kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Namun, nasi sudah menjadi bubur, masyarakat sudah sangat bosan melihat perilaku para pejabat yang hanya mementingkan diri sendiri dan tidak mementingkan kepentingan masyarakat luas.
Bahkan, ketika sudah ada pemberitaan baik secara online atau cetak masif membicarakan perilaku para pejabat tersebut, tetap saja rasa malu tidak menyentuh hati dan sanubarinya.
Sudah sepantasnya pejabat yang tersandung kasus etika maupun pidana untuk mengundurkan diri dari jabatannya tanpa harus dipaksakan oleh hukum. Agar legitimasi terhadap pemerintah tidak tergerus oleh perilaku oknum pejabat bermasalah.