FEATUREDOpiniTOP STORIES

Krisis Integritas Menyelimuti Hakim Mahkamah Konstitusi

Foto: Gedung Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (Sumber Foto: https://borobudurnews.com)

Oleh: Alvin Gumelar Hanevi, S.Pd.

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) resmi memberikan sanksi berupa teguran lisan terhadap enam hakim Mahkamah Konstitusi yang secara sah terbukti melanggar kode etik dalam menangani sidang perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat usia capres dan cawapres.

Selain itu, yang menjadi sorotan tajam adalah sosok Anwar Usman (Ketua MK) yang diberikan sanksi berupa pemberhentian dari jabatan Ketua MK karena secara sah terbukti melakukan pelanggaran kode etik berat.

Disamping diberhentikan dari jabatannya sebagai Ketua MK, Anwar Usman juga mendapatkan sanksi berupa dicabut haknya untuk mencalonkan diri sebagai Calon Ketua MK dan dilarang terlibat dalam menangani perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU).

Sanksi yang diberikan kepada hakim MK tersebut merupakan hasil dari kesepakatan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang terdiri dari tiga orang yaitu Jimly Asshiddiqie sebagai Ketua MKMK kemudian Prof. Bintan Saragih dan Wahiduddin Adams sebagai anggota MKMK.

Tujuh dari sembilan hakim yang menerima sanksi kode etik tersebut membuktikan bahwa telah terjadi krisis Integritas yang menyelimuti hakim Mahkamah Konstitusi. Padahal, sebagai lembaga tinggi negara yang memiliki wewenang sebagai penjaga konstitusi “The Guardian Of Constitution” sudah sepantasnya hakim Mahkamah Konstitusi menjunjung nilai Integritas dan moral.

Sepanjang perjalanan Mahkamah Konstitusi dari mulai dibentuk sejak bergulirnya masa reformasi, Mahkamah Konstitusi dihadapkan pada perilaku hakim yang selalu bertentangan dengan nilai-nilai konstitusi. Misal kasus hakim Mahkamah Konstitusi yaitu Akil Mochtar yang terbukti menerima suap dan tersandung kasus narkoba, kemudian kasus pelanggaran etik yang dilakukan oleh hakim MK Arief Hidayat, hingga terakhir kasus Ketua MK Anwar Usman dan 6 hakim anggota lainnya yang membuat marwah dan citra Mahkamah Konstitusi semakin jelek.

Oleh sebab itu, penting menjadi perhatian banyak pihak untuk mengawasi dan mengevaluasi hakim MK. Terutamanya institusi seperti presiden, DPR, dan Mahkamah Agung yang memiliki wewenang masing-masingnya mengajukan 3 calon hakim Mahkamah Konstitusi untuk betul betul memilih sosok yang punya integritas tinggi, jauh dari perilaku tercela dan tidak bertindak “Abuse of Power“.

Hal ini penting agar Mahkamah Konstitusi terjaga dari hal-hal yang dapat merusak sendi sendi konstitusi itu sendiri. Sehingga pandangan masyarakat terhadap Mahkamah Konstitusi tidak buruk dan kepercayaan publik terhadap Mahkamah Konstitusi menjadi lebih baik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *