ArtikelFEATUREDMotivasi & InspirasiOpiniPendidikan

Semangat Literasi di Bumi Panrita Kitta’? Part#1

Oleh: Muhsafir Cinta

Prolog

Sinjai, Bumi Panrita Kitta’

“Tak lengkap rasanya sebagai putra daerah yang lahir dan besar di sinjai, tanpa aku  menuliskan jejak sejarah di tanah kelahiranku.”

Sejarah adalah bukti kehadiran dan keberadaan suatu daerah. Sinjai adalah daerah Propinsi Sulawesi Selatan. Terdiri dari pengnungan, dataran dan laut. Yang dari  terdiri dari 9 kecamatan,  13 kelurahan dan 67 desa. Bumi Panrita Kitta’ merujuk pada asumsi dasar tentang tagline untuk Sinjai yang konon dianggap sebagai tanahnya para ulama.

       Kalimat “Bumi Panrita Kitta’” terdiri dari tiga kata, yakni: Bumi, Panrita dan Kitta’. Secara etimologis, kata “bumi” telah populer digunakan dan sudah lazim dipahami maknanya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “bumi” diartikan planet tempat manusia hidup, planet ke-3 dari matahari, permukaan dunia, tanah (kbbi.web.id). Dari sini diketahui, kata “bumi” mengandung makna “dunia” kehidupan manusia dan “tanah”  tempat hidup manusia. Pemaknaan kata “bumi” dan “dunia” dalam bahasa Bugis diistilahkan “lino”. Kata “lino” dalam bahasa Bugis mengandung tiga arti, yakni: dunia, bumi, dan sunyi. Sedangkan kata “tanah” dalam bahasa Bugis disebut “tana” (M. Ide Said DM, 1977: 121,197) dikutip dalam jurnal  buku (Model Pengembangan Panrita kitta, 2019: 76).

       Kata “panrita” dalam kamus bahasa Bugis-Belanda, memiliki dua arti, yakni: terpelajar, sarjana, ilmuwan dan arsitek (B.F Mattes, 1877: 148) dikutip dalam jurnal  buku (Model Pengembangan Panrita kitta, 2019: 72). Pakar suku Bugis, Cristian Pelras menulis bahwa kata “panrita” berasal dari bahasa sansakerta yakni, Pandeta atau Pertapa. Ia menjelaskan bahwa Panrita adalah orang yang menguasai seluk beluk agama, bijaksana, saleh, dan jujur (C. Pelras, 2006: 259) dikutip  dalam jurnal  buku (Model Pengembangan Panrita kitta, 2019: 72).

       Pendapat yang dikemukakan oleh, M. Ide Said DM dalam jurnal  buku Model Pengembangan Panrita Kitta’, (2019: 76) menjelaskan bahwa kata “kitta” menunjuk kepada kitab atau buku yang berisi keilmuan dalam agama Islam. Ia menulis kalimat, maegani kitta nabaca; sudah banyak kitab yang dibaca. Makkitta; membaca kitab, iaro panritae macca senna mabbaca kitta; ulama itu sangat pandai membaca kitab.”  Panrita Kitta’ sendiri selalu dinisbahkan pada pusat kajian kitab kuning di Sinjai. Di daerah Balangnipa, tepatnya di Masjid Nur Balangnipa. yang disebut-sebut sebagai yang tertua di Sinjai, yang dibangun sekitar  tahun 1660 Masehi.

       Sejarah masjid ini erat kaitanya dengan masuknya Islam di Sinjai. Sekaligus sebagai pusat pendidikan keagamaan Islam pada jaman kerajaan. Lamatti yang telah terlebih dahulu memeluk Islam. Sayyid Abu wafat pada tahun 1902, kemudian dilanjutkan peranya sebagai corong dakwah di Sinjai oleh kadernya KH Muhammad Tahir atau lebih akrab dengan sapaan Puang Kali Taherong. Beliau inilah yang kemudian dikenal sebagai generasi pertama berdirinya beberapa organisasi Islam di Sinjai, antara lain Masyumi, Nahdatul Ulama, dan Hizbul Wathan. Kepada beliaulah akhirnya sematan istilah Panrita kitta’ untuk Sinjai semakin melekat di tengah aktifitasnya dalam mengajarkan Islam, dan telah melahirkan murid-murid yang mampu menghafal dan menerjemahkan Alquran. Panrita Kitta’ sendiri selanjutnya diterjemahkan sebagai tanah para ulama dan penganjur Al-qur’an, sebutlah dengan kerajaan Tellu Limpoe, dan kerjaan yang bergabung di Pitu Limpoe. Wilayah kekuasaan Tellu Limpoe, meliputi kerajaan-kerajaan yang berada dipesisir pantai, yaitu kerajaan tondong, bulo-bulo, dan kerajaan Lamatti. Sementara Pitu Limpoe termasuk kerajaan yang berada di daerah pengunungan, sebutlah, kerajaan Turungeng, Manimpahoi, Terasa, Pao, Manipi, Suka, dan Bala Suka.

Bersambung…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *